tirto.id - Margaretha Untoro harus menyisihkan waktu khusus sehari, bila ingin pergi ke bank. Kesibukan pekerjaan jadi alasan utamanya. Alasan lain adalah karena pergi ke bank adalah “perjuangan”.
“Ke bank itu kan artinya harus melewati macet. Kedua, biasanya kita baru ada waktu luang pas jam istirahat makan siang. Nah, tapi di jam-jam itu antrean bank malah panjang-panjangnya. Waktu weekend juga enggak banyak bank cabang yang buka. Belum lagi disuruh tunggu ini itunya.”
Margaretha yang bekerja sebagai Pemimpin Redaksi sebuah majalah swasta Indonesia, memang berharap ada terobosan dalam dunia perbankan. Administratif panjang di dunia perbankan menurutnya sudah harus dipotong dengan kemudahan teknologi.
“Males banget ke bank itu. Harus pergi ke bank itu kompetisi banget,” katanya.
Ia benar. Menurut Survei MRI 2016-2017, seorang nasabah memerlukan waktu minimal 1 jam untuk membuka rekening bank, dari mulai mengisi formulir, fotokopi data pribadi berupa KTP dan NPWP, menunggu pencetakan kartu ATM, aktivasi IB dan MB hingga mendengarkan informasi penawaran produk dan layanan.
Belum lagi, untuk di kota-kota besar, seperti Jakarta, waktu tempuh ke lokasi bank pun sangat lama. Untuk jarak 5 km, menurut Badan Pusat Statistik 2015, diperlukan minimal 1 jam untuk mencapai tujuan. Selain makan waktu, administrasi perbankan juga banyak makan kertas yang tak ramah lingkungan.
Di bank, nasabah juga harus mengisi sejumlah formulir yang cukup banyak dan panjang. Sementara dalam 740 ribu rekening yang dibuka setiap bulan, menurut Fact Sheet Commonwealth Bank, minimal 1.480.000 formulir yang harus dipersiapkan. Artinya ada 2.960 pohon yang harus ditebang per bulan untuk kebutuhan formulir.
Di era serba-digital ini, memesan makanan, jasa antar-jemput, jasa pijat, jasa bersih-bersih rumah, tiket nonton di bioskop, bahkan mengisi pulsa, cuma sejauh satu klik saja. Sesuatu yang memang belum banyak didapat dari layanan transaksi perbankan.
Pada 2 Agustus 2017, Commonwealth Indonesia mengumumkan terobosan baru mereka: sebuah mesin pembuat rekening yang disebut Tyme Digital. Mesin yang ukurannya lebih kecil dari mesin ATM ini bisa memangkas waktu pembuatan rekening sampai pembuatan ATM dan pengaktifan layanan mobile banking serta internet banking cuma sampai 10 menit saja. Padahal biasanya, proses perbankan tersebut baru selesai sejam-dua jam atau bahkan seminggu, untuk kasus aktivasi kartu ATM.
Terobosan ini tentu dapat sambutan baik. Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) bahkan menganugerahi Tyme Digital sebagai mesin pembuat rekening paperlessly dan digital pertama sekaligus tercepat di dunia.
Tak hanya di Indonesia. Terobosan lain juga dilakukan di Inggris. Atom Bank, sebuah bank berbasis aplikasi diluncurkan April 2015 lalu. Lewat aplikasi ini, semua kegiatan perbankan Anda dilakukan cuma sejauh satu klik saja. Mulai dari membuat rekening, transfer uang, mengajukan pinjaman, dan lain sebagainya.
Atom Bank tergolong berani. Bank-bank konvensional sendiri banyak melakukan terobosan untuk terus mempermudah gaya perbankan nasabahnya. Tapi, tak ada yang berani membuat sebuah sistem tanpa tatap muka demikian. Alasan utamanya, adalah karena aset terbesar sebuah bank adalah kepercayaan nasabahnya. Setidaknya hal itu yang ditunjukkan riset Deloitte.
Kepercayaan tersebut tentu saja berkelindan dengan aspek keamanan. Para nasabah biasanya memercayakan uang mereka pada bank yang punya program perbankan yang aman. Atom Bank menggunakan fitur autentikasi biometrik seperti pengenal suara dan wajah sebagai salah satu lapisan pengamanan mereka. Hal ini yang kemudian juga dilakukan oleh bank besar lain seperti HSBC, Nationwide, dan First Direct. Selain masalah keamanan, perkara kenyamanan juga jadi hal penting untuk sebuah layanan digital.
Baca:
Berdasarkan KPMG, selain menginginkan kepraktisan yang ditawarkan internet dan teknologi, lebih dari separuh nasabah dunia juga ingin menggabungkan interaksi sosial dan sentuhan manusia dalam proses perbankan mereka. Sederhananya, mereka ingin ada perubahan dalam gaya perbankan. Misalnya, panduan atau konsultasi perbankan yang biasanya baru bisa dilakukan di bank, mulai digantikan dengan layanan FaceTime atau WhatsApp.
Beruntung, karena teknologi WebRTC alias Web Real-Time Communication memang sudah berkembang. Para analis memprediksi, lebih dari 6 miliar gawai akan beradaptasi dengan WebRTC pada 2019. Tentu dengan berbagai jenis aplikasi yang sudah lebih mempermudah gaya perbankan untuk para generasi digital saat ini.
Rian Kislan, Head of Corporate Strategy & Digital Solutions Bank Commonwealth mengatakan Tyme Digital milik mereka sebagai jalan pembuka dari inovasi gaya perbankan digital ke depannya. “Sekarang memang masih bisanya membuat rekening baru. Tapi dalam beberapa bulan lagi, kita akan mengembang fitur lain yang juga akan mempermudah gaya perbankan lainnya,” kata Rian.
Ia melihat pembaruan gaya perbankan ini sebagai sesuatu yang tak mungkin lagi ditolak dalam sebuah kompetisi layanan perbankan dan membuat kegiatan ekonomi lebih efisien. Namun, kemajuan teknologi biasanya juga berdampak pada berkurangnya pekerjaan yang tersedia bagi manusia.
Kehadiran teknologi semacam ini bisa saja di saat bersamaan juga memangkas lapangan pekerjaan di sektor perbankan terutama bagi pekerja frontliner sebuah bank seperti customer service. Namun, Bank Commonwealth masih memandang teknologi memang banyak membuat hal jadi lebih praktis, tapi tidak semuanya bisa dilakukan oleh serba mesin.
“Sentuhan manusia itu masih perlu. Justru kita bikin Tyme Digital ini supaya karyawan kita tidak lagi dipersulit masalah-masalah sederhana begitu (administrasi pembuatan rekening baru),” kilah Rian.
Teknologi baru dalam layanan perbankan oleh sebuah bank tentu akan merangsang bank lain untuk berlomba menghadirkan hal yang sama, seperti saat ATM kali pertama muncul beberapa dekade lalu di Indonesia.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra