tirto.id - Seorang sumber anonim, via rekaman suara yang disiarkan di Mata Najwa yang tayang Rabu (23/1/2019) kemarin, mengatakan ada kongkalikong untuk menumbangkan Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. Kesepakatan tersebut dituangkan lewat mosi tidak percaya yang dibikin tiga hari sebelum kongres PSSI.
Rencana tersebut dibuat oleh seluruh voters atau anggota PSSI di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan. Atas kesepakatan ini mereka diberi uang masing-masing 1.000 dolar Singapura.
"Sudah tanda tangan [mosi tidak percaya] dikasih [uang] 1.000 dolar Singapura," ungkap sang anonim.
Pernyataan ini keluar di tengah-tengah banyaknya kabar miring yang menerpa PSSI. Dimulai dari terkuaknya skandal match fixing alias pengaturan skor, isu ini terus berkembang luas jadi vonis ketidakbecusan PSSI dalam mengurusi sepakbola Indonesia. Edy Rahmayadi adalah orang yang patut disalahkan sebelum dia mengundurkan diri.
Tapi mundurnya Edy tak serta merta menyelesaikan masalah. Kelompok suporter, misalnya, meminta diadakan kongres luar biasa yang bisa mendepak semua 'orang lama' di tubuh manajemen. Tanpa itu reformasi sepakbola tak bakal terjadi, kata mereka.
Di sisi lain, untuk mengusut kasus match fixing, polisi membikin Satgas Anti-Mafia Sepakbola. Sejauh ini sudah ada 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk exco PSSI Johar Lin Eng.
Pemberian duit yang diduga sebagai balas jasa karena sepakat untuk bersama-sama lengserkan Edy patut ditelusuri lebih jauh. Jurnalis olahraga Senior Budiarto Shambazy mengatakan hal itu perlu karena pemberian uang jelas tak dibenarkan.
"Apa pun bentuknya, itu penyuapan. Voters harus bersih dari kepentingan finansial," kata dia ketika dihubungi reporter Tirto, Jumat (25/1/2019) kemarin. "Jika mereka menerima sejumlah uang, akan memengaruhi suara yang mereka berikan untuk kepentingan-kepentingan tidak jelas, bukan kepentingan PSSI."
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan tak menutup kemungkinan satgas akan menelusuri dugaan ini lebih jauh.
"Bila memang ada laporan tersebut dan menemukan fakta hukum, Polri akan mengusutnya," kata Dedi. Laporan inilah yang kini belum mereka dapatkan.
Sedari awal satgas telah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dengan kerja sama dengan PPATK ini mereka berharap dapat mengetahui lebih rinci aliran dana apa pun, termasuk duit 1.000 dolar Singapura itu. Harapannya satgas bisa mengetahui apakah ada upaya penggelapan, penipuan, suap, atau pencucian uang.
Skema yang dipakai, kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, dikenal dengan nama 'follow the money'. "Jika kami sudah mendapatkan seluruh data, nanti kami periksa. Hasil pemeriksaan kami sampaikan ke Polri," kata Kiagus.
Biasa Saja
Soal pemberian uang ini sebetulnya dibenarkan anggota exco PSSI Gusti Randa dalam acara yang sama. Tapi ia bilang kalau itu tak perlu diselidiki lebih lanjut karena merupakan hal yang wajar sebagai "uang transportasi."
Katanya uang itu keluar dari kantong pribadi anggota exco sendiri—tanpa menyebut siapa persisnya anggota yang dimaksud.
"Boleh jadi ada uang itu. Bukan pertemuan [resmi] kok. Wajar banget. Itu dari kita untuk kita juga. Itu uang dari kita-kita. Pribadi," ucap Gusti.
Dia juga mengatakan tak ada kelompok di internal exco yang ingin menggulingkan Edy. Kelompok itu, klaim Gusti, justru berasal dari pihak lain.
Sementara Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono mengklaim tidak tahu soal pemberian duit. "Saya tidak tahu," ujar dia sambil bergegas memasuki mobilnya usai menjalani pemeriksaan 11 jam kasus dugaan pengaturan pertandingan, Kamis malam (24/1/2019), di Polda Metro Jaya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino