tirto.id -
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut penangkapan Surya terjadi di Plaza Indonesia pada Sabtu malam, sekitar pukul 20.30 WIB. Dua orang polisi berpakaian preman menggiringnya ke polda metro Jaya karena diduga melanggar pasal makar.
"Penangkapan Surya Anta adalah kejadian keempat," ujar pengacara publik LBH Jakarta Nelson N. Simamora lewat keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (1/9/2019)
Di waktu hampir bersamaan, aparat gabungan TNI-Polri bergerak ke kontrakkan mahasiswa Papua asal Kabupaten Nduga di Jakarta. Di sana mereka menangkap 3 orang mahasiswi.
Nelson mengungkap aparat tidak memiliki surat penangkapan saat mencokok ketiganya. Salah seorang mahasiswi pun sempat jadi korban pemukulan saat ditangkap.
Tak hanya itu, warga lain yang melihat kejadian itu pun dilarang mengambil foto dan video.
Sehari sebelumnya, polisi juga menangkap dua mahasiswa asal Papua berinisial CK dan DT di Asrama Mahasiswa Lanny Jaya, Depok, Jawa Barat. Ambrosius, salah satu saksi mata menuturkan, polisi datang mendobrak pintu gerbang sembari menodongkan pistol.
Dalam penangkapan itu, mahasiswa lain pun turut menjadi korban. Salah satunya remaja berinisial MK.
“Dalam posisi dicekik [polisi], ia [MK] berteriak meminta tolong kepada teman-temannya di asrama," ujar Ambrosius kepada reporter Tirto di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (31/8/2019).
Personel kepolisian, kata Ambrosius, juga sempat menyuruh para mahasiswa melepas baju. Mereka mencari mencari tato bintang kejora yang terukir di tubuh para mahasiswa. Salah satu mahasiswa berinisial DT, diduga dipukul polisi hingga pipinya terluka.
Ambros mengungkapkan polisi berpakaian preman itu memang sempat menunjukkan surat penangkapan terhadap CK dan DT. Namun para mahasiswa tak diberikan salinan surat penangkapan. Selain itu mereka tidak diperkenankan memotret surat penangkapan tersebut.
“Lalu [kedua mahasiswa tersebut] dibawa ke dalam mobil jenis sedan menuju ke Polda Metro Jaya," kata dewan pimpinan wilayah barat Asossiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) itu.
Total ada delapan mahasiswa yang ditangkap kepolisian. Dikabarkan, mereka saat ini telah dibawa ke Markas Komando Brimob di Kelapa Dua Depok. Selain itu, polisi pun mendatangi sejumlah asrama-asrama Papua untuk melakukan sweeping.
Nelson menilai, rangkaian kejadian itu menunjukkan ada upaya menjadikan warga Papua sebagai target operasi. Hal ini disebut berbahaya bagi demokrasi dan dapat mengarah pada diskriminasi etnis.
Karena itu, ia berharap aparat segera berhenti melakukan sweeping terhadap mahasiswa Papua. Aparat pun diminta berhenti melakukan penangkapan sewenang-wenang dan mulai berinisiatif melakukan dialog untuk menyelesaikan masalah Papua secara damai.
"Kami menghkhawatirkan upaya berlebihan yang dilakukan kepolisian yang dapat memperburuk masalah terkait Papua yang yang tengah terjadi," katanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Hendra Friana