tirto.id - Direktur Utama First Travel, Andika Surachman saat bersaksi di Pengadilan Negeri Depok, Senin (23/4/2018), menyampaikan bahwa dirinya diintimidasi oleh penyidik Bareskrim Polri setelah ditangkap. Ia mengatakan, keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah hasil dari intimidasi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Kombes Herry Nahak membantah polisi telah melakukan intimidasi terhadap Andika. Ia bahkan menilai pernyataan Andika tersebut sebagai siasat agar bisa lolos dari jerat pidana.
Pasalnya, kata Herry, ketika Andika diperiksa tak ditemukan tanda-tanda penganiayaan. “Enggak benar, pasti enggak benar itu. Dia mau berusaha menghindari jeratan hukum. Kasihan kalau Andika ngomong gitu. Bicara sesuatu yang tidak benar. Dia enggak diapa-apain kok,” tegas Herry saat dikonfirmasi.
Selain itu, Herry juga membantah pernyataan Andika yang mengaku diperiksa di sebuah ruangan khusus, tempatnya diintimidasi. Herry menegaskan, Gedung Bareskrim yang sekarang berada di Gedung Mina Bahari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, tidak mempunyai ruangan khusus untuk pemeriksaan.
“Mungkin yang dia maksud ruangan khusus adalah ruangan Kepala Sub Direktorat. Biasanya dia diperiksa di ruangan Kasubdit karena ruangan pemeriksaan kami terbatas. Itu bukan ruang khusus, ruang kerja Kasubdit. Enggak ada kepentingannya kami intimidasi dia. Enggak ada untungnya. Dia menipu dirinya sendiri,” tegas Herry lagi.
Selama pemeriksaan, Herry juga mengatakan ada banyak tersangka kasus lain yang diperiksa di sekitar Andika dan istrinya, Anniesa Hasibuan. Keduanya juga selalu ditemani kuasa hukumnya. Herry yakin betul tidak ada intimidasi yang dilakukan petugas.
Dalam persidangan hari ini, Andika menolak mengakui keterangan yang ia berikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena mengaku diintimasi saat melakukan proses tersebut. Selain itu, ia juga mengaku terpaksa menandatangani BAP karena dalam kondisi tertekan.
“Iya, karena saya dalam tekanan, intimidasi, seperti pemukulan dan ancaman. Sebelum dibuat BAP, kami ditempatkan di ruangan. Di situ selalu diintimidasi,” ujarnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto