tirto.id -
Martuani menyampaikan ini ketika dihubungi Tirto pada hari Jumat (25/1/2018). Ia menuturkan posisi penjabat itu belum diserahkan padanya. Tentunya ada beberapa calon lain yang dipertimbangkan.
"Belum. Baru diusulkan saja, mohon doa semoga menjadi kenyataan. Amin," kata Martuani.
Martuani tak mau berspekulasi terkait apa yang akan dilakukannya nanti bila terpilih menjadi penjabat gubernur di Sumatera Utara. Ia juga menyampaikan tak melakukan persiapan apapun untuk posisi tersebut.
"Kalau baru diusulkan kita nggak comment lah. Namanya juga diusulkan. Pengusulan itu kan belum diputuskan kita menunggu saja," katanya lagi.
Meski tak ada persiapan khusus, Martuani percaya ia bisa melaksanakan tugas penjabat dengan baik. Sebagai anggota yang mendapat amanat dari atasannya, ia mengaku siap.
"Sebagai anggota Bhayangkara Kepolisian RI, saya siap melaksanakan putusan atau perintah pimpinan Polri," katanya kemudian.
Nama Martuani muncul seusai rapat pimpinan Polri di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Martinus menyampaikan bahwa ada dua nama yang diusulkan menjadi penjabat gubernur saat Pilkada 2018.
Kedua nama ini diusulkan lantaran posisi gubernur akan kosong pada Juni 2018, sedangkan calon gubernur terpilih baru akan menjabat per Oktober 2018.
"Informasi yang saya terima untuk provinsi Jawa Barat, pelaksana tugasnya akan diisi oleh asisten operasi Kapolri Irjen M Iriawan. Dan untuk provinsi Sumatera Utara, direncanakan Irjen Martuani Sormin yang menjabat sebagai Kadiv Propam Polri saat ini," katanya Kamis (24/1/2018).
Ditjen Otda Kemendagri Soni Sumarsono menjelaskan lebih rinci soal pengusulan ini. Ia menilai Kemendagri tak mungkin menyediakan sumber daya manusia untuk seluruh kepala daerah yang mengikuti Pilkada serentak 2018. Sebab itulah Kemendagri bekerjasama dengan beberapa instansi seperti Polri dan Kemenko Pokhukam mengisi kekosongan.
Namun, tugasnya bukan untuk pelaksana tugas (Plt).
"Bukan Plt, tapi dia Pj (Penjabat Gubernur). Itu boleh saja. Nanti presiden memerintah kepada eselon satu atau jenderal setingkat untuk menjadi penjabat melalui Menteri Dalam Negeri," katanya. "Keputusannya tergantung Pak Presiden."
Di lain pihak, Partai Demokrat menilai pengangkatan dua Perwira Tinggi (Pati) Polri sebagai Penjabat (PJ) Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara selama Pilkada 2018 oleh Mendagri Tjahjo Kumolo mencederai supremasi sipil.
"Ini bentuk pelecehan terhadap supremasi pemerintahan sipil," kata Ketua Advokasi Hukum DPP Demokrat, Ferdinand Hutahean dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (26/1/2018).
Ferdinand juga menilai kebijakan Tjahjo rawan kepentingan politik di Pilkada 2018. Pasalnya, di Pilgub Jawa Barat 2018 partai asal Tjahjo, PDIP, mencalonkan cawagub yang berstatus sebagai Pati Polri aktif, yakni Irjen (Pol) Anton Charliyan.
Tidak hanya itu, Ferdinand juga menilai kebijakan Tjahjo ini melanggar undang-undang TNI/Polri yang melarang anggota TNI/Polri aktif terlibat dalam kegiatan politik dan menempati jabatan di luar instansinya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri