tirto.id - Terpidana perkara penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan vonis untuk dirinya.
Tim kuasa hukum Ahok, yang diwakili Josefina A. Syukur, memakai putusan terpidana pelanggaran UU ITE, yakni Buni Yani, sebagai salah satu dasar pengajuan memori PK tersebut. Sementara putusan perkara itu belum berkekuatan hukum tetap. Sebab, Buni Yani masih mengajukan banding atas vonis Majelis Hakim PN Bandung tersebut.
Menanggapi hal ini, Kabiro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah mengatakan keputusan mengenai keabsahan dalil pengajuan PK Ahok ada di tangan majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
"Untuk dapat diterima dan tidak, kita menunggu proses persidangan karena semua alat bukti itu akan diajukan di persidangan dan akan dipertimbangkan oleh majelis yang akan menyidangkan pemeriksaan terhadap alat bukti yang diajukan sebagai alasan peninjauan kembali," kata Abdullah di Gedung MA, Jakarta, pada Selasa (20/2/2018).
Abdullah menjelaskan peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa. Upaya hukum tersebut bisa dilakukan oleh seorang terpidana yang sudah menjalani hukuman. Putusan pun tidak harus naik ke tingkat banding atau kasasi terlebih dahulu.
"Bisa saja putusan pengadilan tingkat pertama diterima kemudian dijalani, kemudian dalam proses menjalani pidana itu, (terpidana) mengajukan upaya hukum peninjauan kembali," kata Abdullah.
Dia menjelaskan pengajuan PK memang harus disertai dengan bukti baru atau novum. Sebuah bukti bisa masuk kategori novum apabila ditemukan setelah putusan perkara seorang terdakwa berstatus inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Abdullah menambahkan setiap orang yang mengajukan peninjauan kembali berhak menggunakan alasan apapun, termasuk putusan perkara yang belum berkekuatan hukum tetap. Majelis hakim yang menangani perkara tersebut akan menentukan layak atau tidaknya alasan itu sebagai novum.
"Alasan apapun yang diajukan oleh pemohon itu sah-sah saja, tidak dilarang. Semuanya tergantung pada majelis hakim yang menyidangkan. Kita tidak bisa menjawab di sini boleh atau tidak boleh, tetapi yang bisa menjawab adalah majelis hakim yang menyidangkan. Karena yang paling tahu proses prosedur serta substansinya adalah majelis hakim pemeriksa perkara," kata Abdullah.
Sidang PK Ahok Mulai Digelar 26 Februari 2018
Abdullah menyatakan pelaksanaan persidangan perkara peninjauan kembali (PK), yang diajukan oleh Ahok, akan mulai digelar pada 26 Februari 2018.
Persidangan itu rencananya akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, Abdullah mengingatkan, lokasi persidangan bisa berubah sesuai keputusan majelis hakim. Ia mencontohkan majelis hakim bisa memindahkan lokasi sidang dengan alasan keamanan.
"Majelis juga tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh siapapun sehingga majelis akan menentukan sikap seandainya terjadi hal-hal yang membahayakan. Ini demi penegakan hak hak asasi manusia," kata Abdullah.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom