tirto.id - Kuasa Hukum Syahrul Yasin Limpo (SYL), Jamaluddin Koedoeboen, menyatakan bahwa penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membuktikan bahwa kasus ini benar-benar persoalan pelanggaran hukum.
Jamaluddin menegaskan, persepsi yang selama ini terdengar bahwa perkara tersebut merupakan pertarungan KPK dan Polri jelas terpatahkan. Ia memandang, dengan penetapan tersangka Firli Bahuri menandakan tim penyidik menemukan alat bukti kuat usai puluhan saksi diperiksa, serta sejumlah barang bukti disita.
"Ini jelas persoalan hukum yang harus dibuat terang, dibuat jelas apa yang terjadi, karena publik berhak tahu," kata Jamaluddin saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (22/11/2023).
Menurut Jamaluddin, dirinya hari ini akan mengunjungi SYL untuk membahas penetapan tersangka Firli Bahuri. Ia pun mengapresiasi atas kerja keras penyidik Polda Metro Jaya yang profesional dan transparan.
"Kita bersyukur dan apresiasi mulai ada kejelasan di sini walaupun kami sadari ini belum berakhir karena ujungnya pertanggungjawaban di peradilan," tutur Jamaluddin.
Diketahui, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dengan sangkaan pasalnya mengenai gratifikasi. Atas hal itu, berdasarkan aturan hukum, penyidik juga harus menjerat sang pemberi.
Atas hal itu, Jamaluddin memandang bahwa kliennya sangat kecil kemungkinan untuk menjadi tersangka. Meskipun, dalam kasus ini ditemukan adanya uang Rp7 miliar yang diterima Firli dan diduga dari SYL.
"Menurut hemat kami teman-teman penyidik lebih tahu. Bayangkan 90 saksi lebih sudah dimintai keterangan, jadi banyak hal. Kalau dari Pak SYL sendiri menurut hemat kami roman-romannya, sepertinya masih jauh deh," ucap Jamaluddin.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dari Syahrul Yasin Limo (SYL) yang saat itu menjabat Menteri Pertanian (Mentan). Penetapan tersangka dilakukan usai penyidik melakukan gelar perkara pada Rabu (22/11/2023) malam.
Penyidik kepolisian menyita sejumlah barang bukti. Salah satu di antaranya, dokumen penukaran valas dalam pecahan dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat dengan nilai Rp7.468.711.500.
Dalam kasus ini, Firli disangkakan Pasal 12 e UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Kemudian, Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang