Menuju konten utama

Tanggapan Istana Usai ACTA Laporkan Pertemuan Jokowi dan PSI

"Kalau dia mau melaporkan ke Ombudsman itu haknya dia, silakan saja," kata Johan Budi.

Tanggapan Istana Usai ACTA Laporkan Pertemuan Jokowi dan PSI
Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) dan dua mantan pimpinan KPK, Johan Budi (kedua kiri) dan Taufiequrachman Ruki (kedua kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan tertutup di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/5). ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

tirto.id - Staf Khusus Kepresidenan, Johan Budi mempersilakan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melaporkan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

"Kalau dia mau melaporkan ke Ombudsman itu haknya dia, silakan saja," kata Johan Budi kepada Tirto, Senin (5/3/2018).

Meski begitu, Johan beranggapan bahwa pertemuan antara Presiden dan PSI adalah hal yang biasa. Sebab, bukan sekali ini saja Jokowi menerima kunjungan ketua umum partai di Istana Negara.

Misalnya hari ini, Jokowi bertemu Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo di Istana. Menurut Hary, kedatangannya ke Istana untuk mengundang Jokowi di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang akan dilaksanakan pada 21-22 Maret 2018.

Sebelum menerima kunjungan PSI, Jokowi memang pernah menemui ketua umum parpol lain di Istana Negara, misalnya Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.

"Kenapa ketemu dengan PSI dikritik, sama yang lain enggak? Itu kan yang jadi pertanyaannya, ada apa," kata Johan lagi.

Pertemuan Jokowi dan Grace menuai kritik karena keduanya membahas soal pemenangan Jokowi di Pilpres 2019. Meskipun, menurut Grace pembicaraan mengenai pemenangan Pemilu 2019 hanya sebagian kecil. Ia menilai dalam pertemuan tersebut Jokowi berbicara sebagai seorang presiden bukan politisi.

Pertemuan tersebut dilaporkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada Senin (5/3/2018). ACTA menduga ada maladministrasi dalam pertemuan itu.

Dasar hukum pelaporan ACTA adalah Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Dalam beleid itu disebutkan "maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan".

"Di situ kan jelas itu untuk wewenang segala macam. Yang kami laporkan itu adanya pembahasan terkait pribadi terkait pemenangan Pemilu di Istana Negara, itu yang kami laporkan," pungkas pengacara anggota ACTA, Ali Lubis.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Politik
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra