tirto.id -
Grace menawarkan kampanye media sosial untuk pemenangan Pilpres 2019 pada rapat bersama Jokowi. "Kami menawarkan untuk campaign creative di media sosial. Jadi kami siap memperkuat Pak Jokowi lewat sosial media," kata Grace di DPP PSI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/3/2018).
Pertemuan Grace sebagai Ketua Umum PSI dan Jokowi di Istana Negara menuai kritik. Kritik ini bukan soal pada pertemuan Jokowi dengan Ketua Partai, karena sebelumnya Jokowi juga sering menerima kunjungan pimpinan partai termasuk SBY, Muhaimin Iskandar, dan lainnya.
Kritik muncul karena ada pembahasan soal pemenangan Pilpres 2019. Lawan politik Jokowi menilai aktivitas rapat soal pemenangan Pemilu 2019 di Istana sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara demi kepentingan pribadi.
"Ini aneh. Masih jam kerja. Di Istana Negara pula. Dan bicara pemenangan Pilpres yang semestinya tidak boleh dilakukan dengan menggunakan fasilitas negara," kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera.
Ketua DPP Gerindra Riza Patria juga menyampaikan kritik yang sama. Riza menyatakan Jokowi seharusnya tak melakukan konsolidasi politik di Istana Negara. "Secara etika tidak dibenarkan. Undang-undang Pemilu kan juga mengatakan tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Riza kepada Tirto.
Riza menyinggung ihwal penggunaan Kantor Staf Kepresidenan untuk menggalang relawan Jokowi. Menurutnya, Komisi II DPR akan segera memanggil kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko.
"Iya, akan dipanggil untuk diminta klarifikasi," kata Riza.
Sikap berbeda dengan PKS dan Gerindra, PDIP menilai pertemuan Jokowi denga PSI sebagai hal wajar dan tidak melanggar etika politik.
"Saya kira tidak melanggar etika. Karena formatnya silaturahim, bukan persekongkolan atau keberpihakan politik," kata Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno kepada Tirto.
Bagi Hendrawan pertemuan Jokowi dengan pengurus PSI ibarat pertemuan komunitas anak muda dengan orangtua yang sukses meraih posisi politik tertinggi di negeri ini. "Biasa saja. Jangan apriori memilah-milah siapa yang boleh dan tidak boleh ke Istana," kata Hendrawan.
Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Badan Kaderisasi DPP PDIP, Eva Sundari. Ia menilai melakukan pertemuan semacam itu ihwal biasa dan terjadi pada kelompok politik lainnya.
"Seperti semua partai juga diterima di Istana saat jam kerja, termasuk banyak kelompok kepentingan dengan seragamnya masing-masing," kata Eva kepada Tirto.
Sikap permisif para pentolan PDIP ini berbeda dengan lima tahun lalu saat mereka masih menjadi partai oposisi. Pada April 2013, Sekretaris Jendral PDIP Pramono Anung mengkritik keras konferensi pers Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara.
Pramono saat itu menyatakan Istana Negara hanya bisa digunakan untuk kegiatan kenegaraan. Bukan untuk kepentingan partai politik tertentu. Menurutnya, pembahasan partai politik sebaiknya dilakukan di kantor partai.
Eva justru memberikan jawaban yang ambigu saat merespons peristiwa tersebut. "PSI itu de jure parpol, de facto masih ormas," kata Eva.
Eva meminta Jokowi dan Grace yang membahas kepentingan politik Pilpres 2019 tak perlu jadi persoalan. "Saya yakin ke siapapun yang minta ketemu dan nasihat akan diperlakukan sama," kata Eva.
Sementara itu, Presiden Jokowi sempat berkomentar ihwal pertemuannya dengan jajaran pengurus PSI. Seperti ditulis Kompas, Jokowi tak menjawab ihwal pertemuan dengan PSI adalah membahas mengenai pemenangan di Pilpres 2019. Jokowi hanya menegaskan bahwa pertemuan 90 menit itu sebagai silaturahim dengan PSI sebagai parpol pendukung pencalonannya sebagai capres di Pemilu 2019.
"Mereka bersyukur karena sudah bisa lolos, bisa ikut pemilu. Intinya itu," kata Jokowi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya