tirto.id - Pemanfaatan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai sarana politik praktis memoles citra Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai kritik. Sebagai lembaga pemerintah nonstruktural KSP mestinya bekerja sesuai fungsinya. "Ini merupakan salah satu penyakit lama birokrasi ketika struktur justru menjadi [tempat berkumpulnya] kroni-kroni politik," kata Pengamat dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan kepada Tirto, Kamis (1/3)
Satria mengatakan KSP bukan lembaga politik. KSP menurutnya dibentuk untuk mendukung kerja kabinet dan presiden. Ini seperti tercantum dalam laman resmi KSP menyebutkan sejumlah fungsi lembaga ini: memastikan program prioritas nasional berjalan, menyelesaikan masalah yang menghambat program-program nasional, bertanggungjawab mengelola isu-isu strategis yang semua itu dipertanggungjawabkan langsung kepada presiden. Satria menduga orang-orang di KSP sengaja memoles citra Jokowi demi kembali mendapat kue kekuasaan jika Jokowi kembali terpilih sebagai presiden di Pemilu 2019.
"Ini memperburuk citra Presiden Jokowi yang selama ini lebih mementingkan kerja, kerja, kerja ketimbang urusan politik. Gambaran Jokowi bisa runtuh sebagai sosok yang merakyat dan tidak mementingkan golongan manapun," ujar Aji.
Pandangan KSP berpolitik praktis dimulai sejak Sabtu (24/2). Itu hari akun Twitter resmi KSP @KSPGOID menuliskan status berisi ucapan terima kasih Jokowi kepada PDI Perjuangan yang menjadikannya calon presiden di Pemilu 2019 melalui forum Rapat Kerja Nasional III di Bali, Jumat (23/2). "Dicalonkan Kembali Jadi Presiden di Pilpres 2019, Presiden @jokowi: Terima Kasih @PDI_Perjuangan," tulis akun resmi KSP.
Tak cuma itu, Selasa (27/2) Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yorrys Raweyai mengaku telah membahas pembentukan relawan Jokowi di kantor KSP. Pernyataan politikus Golkar itu sempat dibenarkan Moeldoko sebelum akhirnya ia membantah. Mantan Panglima TNI ini menganggap apa yang dilakukan Yorrys wajar karena KSP juga berfungsi sebagai lembaga komunikasi politik dengan berbagai pihak.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Muhammad Akbar Wijaya