tirto.id - Kebohongan mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft (TUD) Belanda, Dwi Hartanto, tentang informasi mengenai pribadi, kompetensi dan prestasinya menuai tanggapan dari berbagai pihak. Kali ini gabungan Alumni dan Pelajar Indonesia di Technische Universiteit Delft (TUD) mengeluarkan pernyataan terkait hal tersebut.
"Surat pernyataan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang prihatin terhadap berita yang viral belakangan ini mengenai saudara Dwi Hartanto, seorang pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Delft University of Technology, Belanda," tulis pernyataan itu pada Selasa (10/10/2017) malam.
Berita yang dimaksud berkaitan dengan perkembangan pemberitaan kasus DH, dari sejak mulai terkuaknya berbagai kebohongan yang bersangkutan yaitu keputusan TUD untuk melaksanakan rangkaian sidang kode etik yang dimulai pada 25 September 2017 kemudian penerbitan surat terbuka Prof Deden Rukmana pada 2 Oktober 2017.
Setelah itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia di DenHaag (KBRI Den Haag) merilis SK pencabutan penghargaan pada 5 Oktober 2017 (surat tertanggal 15 September 2017), surat pernyataan Perhimpunan Pelajar Indonesia Delft (PPI Delft) pada 5 Oktober 2017, hingga diterbitkannya surat klarifikasi dan permohonan maaf dari DH pada 7 Oktober 2017.
Gabungan alumni ini menuliskan surat terbuka yang berisi menyayangkan perbuatan Dwi Hartanto yang berbohong tentang klaim keilmuan, kompetensi, dan prestasi ini sebagai tindakan tidka terpuji.
"Kami mengecam perbuatan tidak terpuji tersebut, dan menegaskan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan pribadi saudara DH yang tidak mewakili dan menggambarkan perilaku pelajar dan alumni Indonesia di Delft pada umumnya," tegas pernyataan tertulis tersebut.
Di samping itu, mereka tetap mengapresiasi penerbitan surat klarifikasi dan permintaan maaf Dwi Hartanto. "Kami menganggap klarifikasi dan permohonan maaf ini adalah suatu langkah yang berani dan sepatutnya diapresiasi," tulis rilis tersebut.
Himpunan alumni Delft dari Indonesia ini juga mengimbau kepada seluruh instansi media dan pemerintahan, baik di Belanda maupun di Indonesia, untuk segera memperbaiki prosedur pengecekan, klarifikasi, dan validasi terhadap suatu pemberitaan, utamanya pada bidang akademik, pendidikan, sains, dan teknologi.
"Kami mengimbau agar pemberitaan kasus ini oleh media-media nasional agar dilakukan secara proporsional dan bertanggung jawab, serta mengutamakan substansi utama, sesuai dengan kode etik jurnalistik yang berlaku."
Mereka menganggap kasus Dwi Hartanto dalam kaitannya dengan ketidakjelasan informasi serta integritas alumni dan pelajar TUD dari Indonesia, telah selesai, pada saat surat klarifikasi dan permohonan maaf Dwi Hartanto diterbitkan 7 Oktober 2017.
Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda, mengaku melebih-lebihkan informasi terkait pribadi, kompetensi dan prestasinya selama di Belanda.
"Saya mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi-informasi yang tidak benar terkait dengan pribadi, kompetensi, dan prestasi saya," tulis dia melalui surat klarifikasi dan permohonan maaf yang diterima di Jakarta, Minggu (8/10/2017).
Berbagai prestasi yang selama ini diklaim Dwi, membuatnya dianugerahi penghargaan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia. Belum lama ini KBRI Den Haag mencabut penghargaan tersebut.
Pencabutan dilakukan setelah alumni dan PPI Delft menginvestigasi berbagai klaim prestasi Dwi. Hasil investigasi itu mementahkan semua klaim pencapaian itu mulai dari fakta soal pertemuannya dengan BJ Habibie, latar belakang pendidikan hingga prestasi di bidang antariksa.
Dwi mengakui dirinya salah, khilaf dan tidak dewasa yang menyebabkan munculnya informasi tidak sesuai kenyataan dan manipulasi fakta.
Baca juga:
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri