tirto.id - Rapat Pleno Nasional DPP Partai Golkar memutuskan tidak memberhentikan Setya Novanto dari jabatan ketua umum. Namun, agar roda organisasi tetap berjalan dengan baik dipilih Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum.
"Rapat Pleno menyetujui Idrus Marham sebagai pelaksana tugas ketua umum sampai keputusan praperadilan [yang dimulai pada 30 November nanti]," kata Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid di Kantor DPP Golkar, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (21/11/2017) malam.
Dalam melaksanakan tugas sebagai plt. ketua umum, Idrus mesti berkoordinasi dengan ketua harian, ketua koordinator bidang DPP, dan bendahara umum.
Jabatan Idrus akan berakhir ketika gugatan praperadilan Novanto yang kini ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP-elektronik diterima oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), dan status Novanto sebagai tersangka dicabut.
Sebaliknya, apabila gugatan Novanto ditolak, plt. ketua umum bersama ketua harian dan ketua koordinator bidang DPP akan meminta Novanto mengundurkan diri. Seandainya Novanto tidak mematuhinya, DPP akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk memilih ketua umum baru sekaligus melengserkan Novanto.
Nurdin menerangkan keputusan pleno kali ini diambil dengan mempertimbangkan tiga hal: suasana batin Novanto, suasana batin kader, dan konstituen Partai Golkar.
"Itulah kesimpulan [kami]," ujar Nurdin.
Sebelumnya, ketika Rapat Pleno Nasional masih berlangsung, redaksi Tirto menerima gambar dua lembar surat yang ditandatangani Ketua Umum Setya Novanto. Dalam surat yang dibubuhi materai Rp6000 itu, Novanto menyampaikan dua hal penting.
Dalam lembar surat pertama Novanto meminta agar DPP Partai Golkar tidak membahas pemberhentian dirinya. Lewat surat itu pula, ia menunjuk Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham sebagai pelaksana tugas (plt.) ketua umum. Permintaan ini kemudian dikabulkan.
Novanto juga menunjuk politikus Golkar lain, Azis Syamsuddin dan Yahya Zaini, sebagai pelaksana tugas sekretaris jenderal, menggantikan Idrus yang naik jabatan.
Selanjutnya, dalam surat kedua, Novanto meminta agar pimpinan DPR tidak mencopot dirinya sebagai Ketua DPR lewat Rapat Pleno dan Rapat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dalam surat itu, Novanto meminta diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya tidak terlibat dalam kasus proyek KTP-elektronik yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politikus Golkar Indra J. Piliang memastikan dua lembar surat yang diterima Tirto autentik ditulis dan ditandatangani oleh Setya Novanto. "Asli," katanya.
John Kenedy Azis, politikus senior Golkar yang juga anggota Komisi IX DPR RI, turut mengkonfirmasi surat tersebut. "Sepengetahuan saya, itu tulisan dan tanda tangan Setya Novanto," ujarnya.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Rio Apinino & Maulida Sri Handayani