tirto.id - PT Pertamina (Persero) Tbk segera memasarkan gas elpiji ukuran 3 kilogram (Kg) nonsubsidi untuk masyarakat kelas menengah atas. Elpiji jenis baru ini sengaja dirilis karena ada permintaan dari kalangan masyarakat menengah ke atas meski sejauh ini pemerintah dan Pertamina belum punya strategi untuk memasarkan elpiji ini.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Tbk, Adiatma Sardjito mengatakan pihaknya akan melakukan uji coba pasar terlebih dahulu untuk menghitung minat dari konsumen dari kalangan masyarakat ekonomi mampu. Uji coba ini akan dilakukan selama 6 bulan dan akan dimulai dari 1 Juli 2018 mendatang.
“Seperti apa dan berapa kebutuhannya tiap 1 bulan itu berapa tabung, karena kalau kelompok menengah atas kan dia pasti punya 12 Kg ya. Jadi, kami lihat mana yang dia pilih,” ujar Adiatma kepada Tirto pada Jumat (29/6/2018).
Adiatma mengatakan uji coba ini akan diprioritaskan di kota-kota besar. Pada uji coba tahap pertama, elpiji 3 kg nonsubsudi didistribusikan ke Jakarta dan Surabaya melalui agen-agen yang ada. Ada pun soal harga, elpiji nonsubsidi akan dibanderol di sekitar Rp 42 ribu karena harga elpiji subsidi 3 kg sebesar Rp 12.750.
“Harga belum [pasti]. Mungkin sekitar di atas Rp 13 ribu/kg. Nanti ditambah biaya transportasi, distribusi, jadi sekitar Rp 42 ribuan,” kata Adiatma.
Untuk membedakan dengan elpiji subsidi, Adiatma mengatakan, elpiji buat kelas premium ini akan punya warna tabung dan keterangan/label yang berbeda.
Meski begitu, Pertamina belum memiliki kebijakan berupa aturan teknis khusus untuk mendorong masyarakat kelas menengah atas tidak lagi membeli elpiji 3 Kg subsidi dan mulai beralih ke elpiji nonsubsidi. Adiatma mengatakan mengenai hal itu, Pertamina mengikuti ketentuan dari pemerintah.
“Pemerintah yang mengeluarkan regulasinya. Pertamina hanya melaksanakan saja,” kata Adiatma.
Efektivitas Penjualan
Belum adanya kebijakan untuk mendorong kelas menengah ke atas berpindah dari membeli elpiji subsidi ke nonsubdisi disoroti Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Dosen Teknik Perminyakan Univesitas Trisakti ini menyebut kebijakan tersebut akan menjadi kunci efektivitas penjualan elpiji nonsubsidi.
Komaidi menilai Pertamina harus berani mendistribusi elpiji subsidi dengan alur distribusi tertutup, supaya masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas beralih membeli gas elpiji nonsubsidi. “Tapi diskusi [distribusi tertutup] ini sepertinya enggak pernah selesai dari waktu ke waktu,” kata Komaidi kepada Tirto.
Mekanisme distribusi tertutup ini bukan tanpa cela. Desember 2017, wacana distribusi tertutup sempat membuat was-was masyarakat. Akibatnya, banyak memicu spekulan buat menimbun persediaan elpiji sehingga terjadi kelangkaan.
Tak hanya berpotensi menimbulkan kelangkaan, Komaidi menilai, distribusi tertutup juga terkendala data masyarakat yang membutuhkan subsidi. Sehingga, Komaidi menilai, harus ada pengawasan ketat supaya elpiji subsidi tepat sasaran. Masalah data ini akan jadi kendala lantaran bisa menimbulkan pembengkakan biaya dalam proses pengawasan.
“Kalau [data kebutuhan subsidi] belum tersedia, mekanisme pengawasannya bagaimana? Agak susah,” ucapnya.
Meski begitu, Komaidi menyebut, keberadaan elpiji nonsubsidi ini menjadikan masyarakat kelas menengah ke atas punya pilihan dan akses terhadap elpiji 3 kg. Sebab selama ini, ia menyebut, masyarakat kelas menengah ke atas yang membeli elpiji subsidi terjadi karena ketersediaan tidak ada elpiji berukuran kecil yang nonsubsidi.
“Di daerah-daerah perkotaan lebih nyaman memang pakai LPG. Nentengnya memang lebih ringan,” kata dia.
Diklarifikasi soal strategi distibusi tertutup untuk mendorong perpindahan konsumsi kelas menengah terhadap elpiji nonsubsidi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi mengaku pemerintah masih mengidentifikasi cara apa yang efektif.
Sejauh ini, Agung menyebut, pemerintah masih mengevaluasi apakah akan menggunakan pola distribusi tertutup untuk menyalurkan elpiji subsidi atau tidak. “Sedang dievaluasikan datanya. Belum final mekanismenya. Datanya juga belum fix. masih dibicarakan,” kata Agung kepada Tirto.
Lantaran itu, kata Agung, pemerintah saat ini hanya bisa mengimbau masyarakat dan belum bisa mengawasi. “Masyarakat uang mampu jangan beli yang 3 Kg subsidi lah," ucap Agung menutup pembicaraan.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Mufti Sholih