tirto.id - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menyarankan KPK melayangkan gugatan perdata terhadap mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung.
Hal ini menyusul putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Syafruddin lepas dari segala tuntutan dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Dalam kedudukannya sebagai penuntut umum, KPK tidak bisa PK [Peninjauan Kembali], tetapi karena ada perbuatannya dan ada kerugian negaranya, maka KPK bisa menggugat melalui kerugian perdata," kata Ficar saat dihubungi pada Selasa (9/7/2019).
Ficar menjelaskan, ada dua pasal yang bisa digunakan komisi antirasuah tersebut. Pertama, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”.
Hal ini menyusul adanya perbuatan melawan hukum dan adanya wanprestasi dalam perjanjian Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).
Mahkamah Agung (MA) menyatakan terdakwa kasus korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung bebas dari segala tuntutan hukum.
Majelis Hakim MA menyatakan perbuatan Syafruddin memang terbukti sesuai dakwaan. Akan tetapi, Majelis Hakim MA menilai perbuatan itu bukan tindak pidana.
"Menyatakan Syafruddin Arsyad Tumenggung terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya. Akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana," kata Karo Hukum dan Humas MA Abdullah di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
"Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum," lanjut Abdullah menerangkan isi putusan sidang kasasi perkara korupsi BLBI ini.
Selain dinyatakan lepas dari dakwaan, Abdullah menyatakan hak, harkat, kemampuan, maupun kedudukan Syafruddin dipulihkan dari segala jeratan hukum.
MA memerintahkan Syafruddin dikeluarkan dari tahanan dan barang bukti dikembalikan kepada negara. Beban perkara kasasi pun dikenakan kepada negara.
Abdullah menambahkan, ada perbedaan pandangan hakim dalam memutus perkara Syafruddin. Hakim anggota I Syamsul Rakan Chaniago menilai perkara Syafruddin termasuk ranah perdata.
Sementara Hakim anggota II Mohammad Askin menilai kasus Syafruddin termasuk ke dalam ranah hukum administrasi. Baik Hakim Rakan maupun Askin menilai perbuatan Syafruddin bukan tindak pidana.
Hakim ketua, Salman Luthan sebenarnya sepakat dengan pendapat majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Syafruddin Arsyad Temenggung divonis 15 tahun penjara.
Namun, dua hakim lainnya, menilai perbuatan Syafruddin tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto