tirto.id - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung enggan menanggapi secara detail mengenai dakwaan Jaksa KPK terhadap dirinya.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Kendati demikian, Syafruddin menilai dakwaan KPK itu error in persona atau salah orang.
"Jelas dari dakwaan tadi itu jelas error in persona. Yang menjual bukan saya dan juga saya mengikuti seluruh aturan, nanti Pak Yusril akan menyampaikan lebih detail kepada rekan-rekan," kata Syafruddin singkat usai persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/5/2018).
Senada dengan Syafruddin, tim penasihat hukum Yusril Ihza Mahendra menyatakan dakwaan KPK masuk kategori error in persona.
Pasalnya, kata Yusril, Syafruddin selaku Kepala BPPN hanya menjalankan putusan dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
"Meskipun dia bisa mengusulkan sesuatu kepada KKSK. Sebagai yang melaksanakan kan mestinya dia enggak bisa dituntut," kata Yusril di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/5).
Selain itu, Yusril juga mempersoalkan perbedaan antara surat softcopy dan hardcopy penerbitan surat piutang. Menurut Yusril, surat hardcopy yang ditandatangani oleh Syafruddin memuat nilai tagihan Rp4,8 triliun, tetapi dalam softcopy sistem hanya disebutkan Rp1,3 triliun.
Yusril juga menilai, sejumlah ahli perlu dihadirkan untuk membuat duduk perkara menjadi terang, salah satunya untuk menjelaskan perbedaan dokumen hardcopy dan softcopy tentang nilai pemberian lunas BLBI.
Meski tak merinci ahli mana saja yang akan dihadirkan. Namun, mantan Menkumham itu mengatakan para ahli akan dihadirkan setelah persidangan berjalan.
"Dari perkembangan sidang itu nanti kelihatan pasal mana yang perlu diterangkan oleh ahli yang enggak cukup jika hanya diterangkan oleh saksi fakta. Tapi itu nanti kami putuskan setelah melihat fakta-fakta yang terungkap selama persidangan ini," kata Yusril.
Jaksa KPK mendakwa Syafruddin Arsyad Temenggung menyalahgunakan wewenang saat menerbitkan SKL bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti, pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istri Sjamsul, Itjih S. Nursalim.
"Terdakwa selaku Ketua BPPN melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada petani tambak (petambak) yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham meskipun Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak untuk diserahkan kepada BPPN seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi)," kata Jaksa KPK Khairudin di persidangan.
Atas perbuatan tersebut, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto