tirto.id - Pemilik maskapai Susi Air, Susi Pudjiastuti menyatakan, pihaknya kerap berhati-hati ketika menjalani penerbangan di Papua. Medan dan keamanan menjadi faktor yang diperhatikan.
Hal ini menyikapi penyanderaan Philip Mehrtens, pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, yang disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua (TPNPB-OPM) usai mendarat di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, 7 Februari 2023.
“Kami biasanya tidak terbang ke tempat-tempat yang memang ada indikasi (zona merah), rumor, ketentuan, ada notice to airmen," ucap dia di kediamannya, Rabu, 1 Maret.
Semua yang terbang di Papua adalah rute perintis dan rute aman, kata Susi menambahkan.
“Kalau Paro adalah salah satu rute perintis, kami telah terbang ke sana bertahun-tahun. Rute perintis adalah rute yang ditentukan dalam kontrak dan harus dijalani oleh Susi Air,” terang Susi.
Untuk zona merah atau daerah yang diduga rawan konflik bersenjata, ditentukan oleh pemerintah.
Biasanya pemerintah menginformasikan daerah rawan itu kepada maskapai. Selama ini, lanjut Susi, daerah Paro tidak ada "peringatan merah". Biasanya dalam dunia aviasi terdapat punya batasan-batasan yang tak tertulis.
“Kalau yang tertulis sudah jelas, pemerintah (bilang) aman, ya, aman. Tapi, kami juga biasanya ada informasi. Pagi itu tidak ada peringatan apa pun dan (Paro) itu bandara resmi dan termasuk dalam rute pemerintah yang harus kami terbang," tutur Susi.
Banyak bandara di Kabupaten Nduga, beberapa yang memang ada yang termasuk zona merah. Seperti Dorakma dan Mapenduma, Susi Air tidak melayani penerbangan ke daerah tersebut.
Kemudian, Philip adalah pilot jenis Pilatus Porter PC 6/PK-BVY, jika pesawat itu tak bisa mencapai daerah terpencil maka akan digantikan dengan pesawat lain.
“Jadi Nduga itu banyak sekali bandara, tidak semuanya merah. Yang kami tahu pada kegiatan aviasi (pesawat jenis) porter hanya bisa digantikan oleh helikopter," lanjut Susi.
Alasan penyanderaan bersifat politis karena TPNPB merasa Selandia Baru adalah salah satu negara yang bertanggung jawab atas banyak kematian orang Papua yang disebabkan oleh aparat keamanan Indonesia.
Bahkan aparat keamanan pun hampir mengepung pasukan TPNPB yang menyandera Philip, tapi pengepungan itu urung terlaksana karena pemerintah Selandia Baru meminta Indonesia tidak melakukan hal tersebut demi keselamatan si pilot.
“Kami sudah sampaikan sejak awal penyanderaan bahwa sandera jaminan untuk negosiasi antara Jakarta, New Zealand, dan TPNPB," kata Sebby kepada Tirto, Rabu, 22 Februari 2023. "Jika Mahfud MD ceroboh, maka Indonesia yang bisa celakakan pilot."
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz