tirto.id - Widi (bukan nama sebenarnya) tak kuasa menutupi kekecewaannya. Salah seorang anak didiknya terpaksa mendapat sanksi pemutusan hubungan studi (drop out) lantaran kedapatan mencuri barang milik rekannya. Makin pelik lantaran mahasiswa tersebut mengaku mencuri untuk memenuhi hasrat berjudi daring (judi online).
"Gak nyangka saja bisa sampai ke anak mahasiswa. Benar-benar gak memandang latar belakang, judi online ini bisa kena ke siapa saja," cerita dia kepada Tirto, Rabu (22/11/2023).
Widi mengungkap, sebenarnya dia mulai merasa curiga ketika mahasiswa tersebut sering tak masuk kelas. Dosen berusia 30 tahun ini juga menyebut adanya perubahan sikap anak tersebut yang menjadi cenderung pendiam selama enam bulan belakangan.
"Penurunan sikapnya jauh banget, jadi tertutup dan ogah-ogahan, menghindari berpartisipasi dalam acara," tambah Widi.
Lebih jauh, melalui kasus ini, Widi juga menemukan indikasi adanya beberapa anak didiknya yang lain yang juga kerap bermain judi online. Namun, sejauh ini, belum ada yang melakukan tindak kriminal pencurian seperti mahasiswanya yang drop out tersebut.
Menurut Widi, jumlah uang yang dihabiskan sang mahasiswa tersebut juga tidak bisa dibilang kecil. Perhitungan kasar dari penjualan barang curian saja mencapai Rp6 juta. Belum lagi menghitung uang pendidikan yang diselewengkan.
"Karena setelah diusut, ternyata belum bayar uang kuliah juga kan, sekitar Rp20 juta. Masih mending kalau itu habisnya untuk kebutuhan. Tapi kan ini malah habis untuk judi slot yang gak jelas jadi apa," tuturnya.
Candu judi online memang tidak main-main. Selain mahasiswa Widi, Tirto juga sempat mendapat kesaksian Irman, pekerja lepas yang kerap menghabiskan pendapatannya di situs judi online. Akibat tak punya penghasilan bulanan tetap, ia bermain judi online untuk mendapat keuntungan finansial secara instan.
Beda lagi ceritanya dengan Andre (27) (juga bukan nama sebenarnya). Pemuda asal Kota Bandung ini mengaku bermain judi slot online untuk mengisi waktu luangnya. "Awalnya iseng-iseng aja, lihat teman main dan pada pamer kalau habis menang besar," ujarnya kepada Tirto, Jumat (17/11).
Sekitar enam bulan bermain, dia memperkirakan telah menghabiskan sekitar Rp5 juta untuk "top up" ke salah satu situs judi online. Dari situ, dia sempat menang sampai Rp2 juta.
Sayangnya jiwa penjudi Andre membuat dia tidak berpikir panjang setelah menang. "Rp2 jutanya, dipakai (untuk) judi lagi dong," ujarnya diiringi tawa pahit, saat ditanya ke mana uang kemenangan tersebut dialokasikan.
Ajakan teman-temannya untuk mengalokasikan uang gaji yang dia terima setiap bulannya untuk berbisnis, yang kemudian membuat Andre memutuskan berhenti main judi online.
"Dibilang kapok ya iya, abis-abisin gaji doang. Udah nemu game baru juga (untuk membunuh kebosanan)," ceritanya.
Hampir 1 dari 3 Orang Pernah Main Judi Online
Tiga contoh kasus korban judi online di atas bisa memberi gambaran kasar bagaimana permainan ini bisa mempengaruhi keadaan finansial seseorang, bahkan mendorong orang untuk melakukan hal-hal yang cukup nekat seperti mencuri.
Celakanya, berdasar survei yang dilakukan Tirto bersama Jakpat, terdapat sekitar 32 persen responden yang mengaku setidaknya pernah sekali mencoba judi online.
Jakpat adalah penyedia layanan survei daring yang memiliki lebih dari 1,3 juta responden. Survei ini dilakukan pada pada 7 November 2023, serta melibatkan 1.500 responden dengan rentang usia antara 15 sampai 69 tahun.
Jenis kelamin responden seimbang antara laki-laki dan perempuan (50,13 persen berbanding 49,87 persen). Sementara sebaran usia responden paling banyak antara 30-35 tahun (24,07 persen), diikuti kelompok 20-25 tahun (22,13 persen), 26-29 tahun (18,93 persen), 40-45 tahun (13 persen), dan 36-39 tahun (11,47 persen).
Mayoritas responden berasal dari Pulau Jawa (71,87 persen). Jumlah responden paling banyak berasal dari Jawa Barat (23,2 persen), diikuti DKI Jakarta (14,6 persen), Jawa Timur (14,27 persen), dan Jawa Tengah (11,4 persen). Sisanya, responden tersebar di berbagai provinsi dengan persentase di bawah tujuh persen.
Dari total keseluruhan 1.500 orang responden, terdapat 67,33 persen atau 1.010 responden, yang mengaku tidak pernah sama sekali mengakses situs judi online dan/atau situs judi slot. Sisanya, 32,67 persen responden mengaku setidaknya pernah mencoba satu kali bermain judi online. Proporsi ini hampir sepertiga dari keseluruhan responden.
Perlu diketahui bahwa Tirto tidak memasukkan judi bola di klasifikasi judi online dan/atau judi slot pada survei ini.
Dari 32,67 persen responden, ada 18,13 persen responden yang sekadar coba-coba, pernah satu kali bermain judi online. Kemudian, 11,27 persen responden survei bermain judi online antara dua sampai empat kali. Hanya 3,27 persen responden yang mengaku bermain judi online secara reguler. Persebaran proporsinya cukup merata di semua rentang usia dan status ekonomi sosial (SES).
Angka ini terhitung besar jika dibandingkan dengan survei yang sebelumnya dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada Januari 2023. Survei terhadap sekitar 8.500 orang responden tersebut menemukan bahwa 34,26 persen responden mengetahui situs judi online, tapi hanya ada 5,61 persen yang mengaku pernah mengakses situs tersebut.
Sementara berdasar data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tercatat 2,7 juta orang Indonesia yang setidaknya pernah mencoba bermain judi online. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,1 juta orang berjudi dengan nominal uang di bawah Rp100 ribu.
Terkait besaran nominal uang yang dihabiskan untuk memainkan judi online, survei Tirto dan Jakpat menunjukkan tren serupa dengan laporan PPATK. Dari 490 responden yang mengaku pernah setidaknya mengakses situs judi online sebanyak satu kali, mayoritas menghabiskan tidak lebih dari Rp500 ribu (75,31 persen).
Secara keseluruhan, kelompok yang menghabiskan Rp501 ribu-Rp 2 juta sebanyak 13,06 persen. Diikuti kemudian dengan mereka yang menghabiskan Rp3,6 juta-Rp5 juta (3,67 persen), antara Rp5 juta-Rp20 juta (3,27 persen), Rp2 juta-Rp 3,5 juta (3,06 persen), dan di atas Rp20 juta (1,63 persen).
Data survei ini menunjukkan, kasus seperti Widi memang jumlahnya tidak besar. Namun, hal ini bukan lantas bisa disepelekan. Kasus tersebut menunjukkan bahwa habisnya uang dalam jumlah besar untuk situs judi online dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kriminal.
Temuan menarik lainnya didapatkan dari hasil pertanyaan survei berikutnya. Saat ditanya dari mana sumber uang yang dipakai untuk bermain judi online/judi slot online, paling banyak responden menjawab dari tabungan (71,43 persen). Opsi berikutnya yang banyak dipilih responden adalah lainnya (15,71 persen). Melihat dari jawaban responden dari opsi ini kebanyakan menyebut dari gaji mereka.
Terdapat juga 5,71 responden yang mengaku menggunakan pinjaman online sebagai sumber "modal" untuk bermain judi online. Terkait hal ini, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pernah menyebut adanya kedekatan antara judi online dan pinjaman online.
Peningkatan pencarian antara dua kata kunci ini, Indef paparkan dalam diskusi publik dengan tema "Bahaya Pinjaman Online Bagi Penduduk Usia Muda" yang mereka selenggarakan September 2023 lalu.
"Ini hati-hati, bisa jadi judi online jadi katalisator pinjaman online yang macet dan bermasalah. Saya rasa banyak masyarakat yang kalah judi online kemudian ke pinjaman online. Uangnya untuk apa? Untuk main lagi," terang Ekonom Indef Nailul Huda dari diskusi yang terdokumentasi dari kanal YouTube Indef.
Selain dari pinjaman judi online, sumber pendanaan "rawan" lainnya yang ditemukan dari jawaban survei yakni dari hasil penjualan aset (3,27 persen), hasil menggadaikan barang (2,65 persen), dan pinjaman dari bank (1,22 persen).
Selanjutnya, survei Tirto dan Jakpat menelusuri bagaimana responden yang pernah mengakses situs judi online mendapatkan informasi soal judi online.
Kebanyakan responden mengetahui permainan ini dari keluarga atau teman (30,82 persen). Sementara iklan (26,12 persen) dan unggahan di media sosial (20,61 persen) jadi dua media sumber informasi soal keberadaan situs judi online.
Terdapat pula 8,78 persen responden yang mengaku dikontak langsung via aplikasi WhatsApp oleh agen promosi. Sementara sisanya, terdapat 6,33 persen responden yang mengaku mendapat informasi dari forum atau komunitas online dan 6,12 persen dari influencer.
Tirto juga coba menelaah motivasi para penjudi online. Kebanyakan responden mengaku tergiur melakukan judi online untuk memenangkan sejumlah uang (44,49 persen). Namun, terdapat juga 31,22 persen responden yang mengaku bermain judi online sebagai sarana hiburan semata dan 10,41 persen responden yang bermain judi online untuk menghilangkan stres.
Sisanya terdapat 6,53 persen responden yang mengatakan main judi online untuk menghilangkan rasa bosan, 4,29 persen menjawab lain-lain (kebanyakan menyebut iseng dan penasaran), dan 3,06 persen menjawab karena tekanan dari teman.
Upaya Memberantas Judi Online
Berdasar catatan PPATK, perputaran uang dari praktik judi online ini mencapai Rp190 triliun dalam 156 juta transaksi selama periode 2017-2022. Tren kenaikan tiap tahunnya cukup signifikan, hampir dua kali lipat setiap tahunnya.
Berdasar Laporan Tahunan PPATK tahun 2022, tahun 2017 terdapat 250.726 kasus transaksi yang mereka analisis terkait dengan praktik judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp2,01 triliun. Angka ini naik di tahun 2018, dengan jumlah 666.104 transaksi bernilai Rp3,97 triliun.
Tahun 2019, tren naik masih terjadi. PPATK menganalisis 1,8 juta transaksi dengan nominal mencapai Rp6,18 triliun.
Tahun 2020, bersama dengan pandemi COVID-19, praktik judi online juga makin besar jumlahnya. PPATK mencatat lebih dari 5,6 juta transaksi yang terindikasi terkait judi online dengan nominal transaksi Rp15,76 triliun.
Maju satu tahun, laju praktik judi online makin tidak terbendung. PPATK menganalisis setidaknya 43 juta transaksi terkait judi online dengan nominal mencapai Rp57,91 triliun.
Tahun 2022, lajunya makin tak terkendali. Antara Januari-Agustus 2022 saja, berdasar catatan dalam laporan, terdapat hampir 70 juta transaksi terkait judi online yang dianalisis PPATK dengan nominal Rp69,61 triliun.
Berdasar keterangan tambahan dari PPATK, sepanjang tahun 2022, terdapat 104,7 juta transaksi yang tercatat dengan nilai transaksi mencapai Rp104,441 triliun.
Tentu kondisi ini sangat meresahkan karena ada potensi besar hilangnya uang masing-masing individu dalam pusaran judi online.
Menanggapi kondisi tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), melalui Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, mengatakan, sejak 2018 lalu, sudah ada 840.000 situs judi online yang diblokir oleh kementerian.
Celakanya bukannya semakin habis, justru situs judi online malah terus tumbuh setelah diputus aksesnya.
"Sudah kita blokir hampir satu juta begitu kan, ya muncul-muncul lagi. Malah lebih berani lagi dengan menyusup ke situs-situs pemerintah,” terangnya dikutip dari Republika.
Selain pemutusan akses, Kemenkominfo juga mendorong upaya penindakan terhadap pihak yang terlibat dalam transaksi perjudian online.
Pada tanggal 18 September 2023, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi telah meminta Ketua Dewan Komisioner OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk melakukan pemblokiran rekening yang terlibat kegiatan judi online.
"Per tanggal 21 September 2023, telah dilakukan pemblokiran sebanyak 201 rekening bank dan 1.931 rekening lainnya sedang diproses oleh OJK," tutur Budi Arie dalam keterangan resmi Kominfo.
Editor: Farida Susanty