Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Survei Litbang Kompas: Demokrat & PKS Menguat, Apa Penyebabnya?

Konsolidasi internal Demokrat dan strategi kritik PKS mulai berhasil menaikkan elektabilitas mereka.

Survei Litbang Kompas: Demokrat & PKS Menguat, Apa Penyebabnya?
Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) berbincang dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu (tengah) dan Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Al-Habsyi (kanan) di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Kamis (22/4/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Litbang Kompas merilis hasil survey terbaru mereka, Selasa (22/2/2022). Hasil survei yang ditulis Yohan Wahyu itu menyebut, posisi PDIP dan Partai Gerindra masih menjadi dua parpol teratas. Partai Golkar justru tersingkir dari klaster 3 partai besar di Indonesia.

PDIP sebagai partai pertama berada pada angka keterpilihan 22,8 persen atau meningkat 3,7 persen dibanding survei mereka pada Oktober 2021. Sementara itu, Gerindra berada di angka 13,9 persen atau naik 5,1 persen dibanding survei Oktober 2021.

Sementara Partai Demokrat berada di peringkat ketiga dengan angka 10,7 persen dari sebelumnya tidak mencapai 2 digit. Partai Golkar yang sebelumnya peringkat ketiga turun di bawah Demokrat, tetapi mengalami kenaikan elektabilitas 1,3 persen dibanding survei Oktober menjadi 8,3 persen.

Di klaster menengah teratas ada PKS mengantongi 6,8 persen, disusul PKB 5,5 persen, Nasdem (3,5 persen), PPP (2,8%), PAN (2,5%), Perindo (2,5%), PSI (0,9%), Hanura (0,6 persen), PBB sebesar 0,6 persen, Partai Garuda (0,4 persen) dan lainnya 0,3 persen. Sementara responden yang menyatakan tidak tahu maupun rahasia mencapai 17,6 persen.

Manajer Departemen Penelitian Litbang Kompas, Mathias Toto Suryaningtyas menjelaskan, kenaikan elektabilitas Demokrat dan PKS. Litbang Kompas melihat upaya konsolidasi internal Demokrat maupun strategi kritik PKS diikuti konsolidasi internal berhasil menaikkan elektabilitas mereka.

“Demokrat naik karena momentum kemenangan kasus legalitas kepengurusan partai di pengadilan, sedangkan PKS naik diduga karena konsolidasi mesin partai internal, plus memanfaatkan isu mengkritisi rencana-rencana pemerintah, termasuk soal IKN, JHT, dan lain-lain," kata Toto saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (22/2/2022).

Toto menuturkan, posisi Demokrat dan PKS yang di luar pemerintahan Jokowi mulai mendapatkan keuntungan politik. Suara mereka mulai naik karena berada di luar pemerintahan. Namun, kasus Demokrat bukan hanya karena di luar pemerintahan, tapi juga soal momentum, isu, sosok SBY maupun aksi vokal AHY.

Toto menjelaskan, suara partai lain tetap naik, tetapi kondisi saat ini terbelah akibat popularitas, momentum dan tokoh kandidat capres. Ia mencontohkan pemilih Jokowi mulai terbagi antara ke Ganjar Pranowo, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Tri Rismaharini maupun Prabowo Subianto.

Sementara itu, pemilih Gerindra tetap konsisten di angka kedua karena basis masa Prabowo solid.

Toto juga menjelaskan alasan suara Partai Nasdem maupun PKB lebih rendah daripada PKS. Hal itu akibat isu yang dinarasikan kedua partai itu tidak optimal. Sebagai contoh Nasdem kurang kuat dalam isu dan mulai berpaling dari pemerintah sehingga pemilihnya berstatus hold.

“PKB dan Nasdem turun karena cantolan isu elite tidak ada, alias tidak ada gerak yang ditangkap publik secara menonjol. Tapi juga ada faktor teknis, sampling Kompas tidak mampu mengungkap elektabilitas sesungguhnya karena karakter PKB yang terpusat di Jawa Timur," kata Toto.

Survei periodik yang diselenggarakan Litbang Kompas ini melalui wawancara tatap muka pada 17-30 Januari 2022. Dari 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi. Dengan metode ini, margin or error penelitian lebih kurang 2,8 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz