Menuju konten utama

Survei Indo Barometer: 20 Tahun Usai 1998, Soeharto Masih Dipuja

Survei terbaru Indo Barometer menyimpulkan sebagian besar publik masih menganggap Soeharto sebagai presiden Indonesia dengan pencapaian lebih baik dari enam pemimpin pemerintahan lainnya.

Survei Indo Barometer: 20 Tahun Usai 1998, Soeharto Masih Dipuja
Presiden RI Kedua Soeharto. FOTO/LIFE.

tirto.id - Reformasi politik di Indonesia sudah berjalan selama 20 tahun sejak 1998. Namun, hasil survei Indo Barometer terhadap 1200 responden, pada 15-22 April 2018, menyimpulkan Soeharto masih dianggap oleh publik sebagai presiden paling berhasil dalam sejarah Indonesia.

Pada survei itu, Soeharto mendapat angka penilaian positif dari publik sebagai presiden yang berhasil memimpin Indonesia sebesar 32,9 persen. Di urutan kedua terdapat Soekarno dengan 21,3 persen. Lalu, urutan ketiga Joko Widodo dengan 17,8 persen.

Adapun di posisi ke-4, Susilo Bambang Yudhoyono dengan 11,6 persen, kelima BJ Habibie dengan 3,5 persen. Sementara di posisi keenam, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dengan 1,7 persen dan ketujuh, Megawati Soekarnoputri dengan 0,6 persen.

Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, kesimpulan ini tidak jauh berbeda dengan survei lembaganya pada 2011 meskipun tren persepsi positif publik terhadap Soeharto menurun 7,6 persen.

"Ini menunjukkan fakta bahwa masyarakat memang masih lebih mengenal Soeharto dan menganggapnya presiden Indonesia terbaik," kata Qodari, di Hotel Harris, Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2018).

Menanggapi hal ini, Politikus PDIP, Budiman Sudjatmiko menyatakan wajar jika masyarakat masih menganggap Soeharto sebagai presiden terbaik. Sebab, menurut Budiman, masa kepemimpinan Soeharto memang paling lama, yakni selama 32 tahun rezim Orde Baru berkuasa.

"Wajar dia membangun lebih banyak jembatan, lebih banyak bendungan, modal waktunya panjang. Dia lebih punya banyak waktu untuk menyelesaikan masalah," kata Budiman.

Selain itu, menurut Budiman, kepemimpinan yang panjang membuat Soeharto praktis lebih lama bersentuhan dengan publik dan mengendalikan alat-alat negara ketimbang presiden lainnya.

"Di zaman dia semuanya dikontrol. Legislatif, yudikatif semuanya dikontrol. Sementara pemimpin pasca-reformasi tidak bisa," kata Budiman.

Hal ini, kata Budiman, ditambah pula dengan kepemimpinan Soeharto yang otoriter dengan kekuasaan hampir absolut. Berbeda dengan dengan era reformasi yang sudah menerapkan desentralisasi dan membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk ikut andil dalam mengurusi publik.

Karena itu, Budiman berpendapat sebetulnya tidak tepat membandingkan Soeharto dengan pemimpin-pemimpin di era reformasi yang punya masa kekuasaan singkat.

Survei Indo Barometer tersebut melibatkan 1200 responden yang menyebar di 34 provinsi. Responden survei ini adalah warga yang sudah mempunyai hak pilih. Indo Barometer melaksanakan survei itu pada 15 - 22 April 2018. Survei ini digelar bertepatan dengan momentum 20 tahun reformasi untuk mengetahui persepsi publik terhadap masa pemerintahan sejak orde lama hingga sekarang.

Survei ini diklaim memiliki margin of error sebesar ± 2.83 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah multistage random sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data ialah wawancara tatap muka menggunakan kuesioner.

Meskipun ada penilaian positif terhadap Soeharto, survei ini mencatat 79,1 persen responden menilai Indonesia sedang bergerak ke arah yang benar. Mayoritas responden berpendapat demokrasi ialah sistem pemerintahan terbaik untuk Indonesia.

Survei itu juga menyimpulkan sebagian besar publik menilai masa reformasi masih lebih baik dari 20 tahun lalu. Sebanyak 52,7 persen responden menilai kondisi Indonesia masa reformasi lebih baik dari 20 tahun lalu. Sedangkan yang menilai sama saja, sebanyak 25,9 persen responden. Hanya 12,7 persen responden menganggap masa sekarang lebih buruk dari 20 tahun lalu.

Baca juga artikel terkait REFORMASI 1998 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom