Menuju konten utama

Superkaya Indonesia Banyak Membeli Rumah di Singapura

Seiring dengan kebijakan amnesti pajak dan upaya pemerintah meningkatkan kepatuhan wajib pajak, belanja properti orang Indonesia di Singapura meningkat drastis. Penjualan awal tahun ini sampai Agustus melipat empat kali dibanding seluruh penjualan tahun lalu. Apakah ini modus penghindaran pajak?

Superkaya Indonesia Banyak Membeli Rumah di Singapura
Pemandangan warna-warni apartemen perumahan di lingkungan Redhill Singapura menjelang matahari terbenam. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Singapura adalah tempat memarkir aset dan kapital favorit bagi orang Indonesia. Jaraknya dekat, ekonomi stabil, dan tarif pajak lebih rendah. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo pernah memperkirakan uang orang Indonesia yang disimpan di Singapura mencapai Rp300 triliun atau sekitar 80 persen keseluruhan dana orang Indonesia di luar negeri.

Banyaknya uang terparkir di luar negeri itulah salah satu alasan digelarnya amnesti pajak. Pemerintah mengampuni pengemplangan pajak di masa lalu, memberi tarif tebusan rendah, dan tarif tebusan itu lebih rendah lagi bagi mereka yang memulangkan dananya (repatriasi).

Tapi, seturut kebijakan ini, pembelian properti oleh orang Indonesia di Singapura malah meningkat pesat. Padahal pasar rumah di negara-kota ini sedang lesu.

Sejak awal tahun ini hingga Agustus, jumlah properti di yang dibeli orang Indonesia sudah mencapai $3,7 juta atau sekitar Rp50 miliar, atau empat kali lipat total pembelian tahun lalu. Data dari Urban Redevelopment Authority Singapura yang dikutip Bloomberg ini juga menyebut Rp50 miliar itu adalah harga untuk 30 properti. Sedangkan pada sepanjang 2015, total hanya 8 properti Singapura yang dibeli orang Indonesia.

Menurut Bloomberg, angka pada data resmi itu kemungkinan jauh lebih kecil dari transaksi yang sesungguhnya terjadi. Media ini membandingkannya dengan data dari Cushman & Wakefield Inc. Pada paruh pertama tahun ini, menurut data itu, ada 189 properti yang dibeli orang Indonesia, atau 23 persen lebih banyak dari pembelian pada periode yang sama tahun lalu.

Saat transaksi properti yang dilakukan warga berkebangsaan Cina dan Malaysia menurun pada kuartal kedua, pembelian oleh orang Indonesia meningkat sebanyak 19 persen.

Orang Indonesia banyak membeli properti di pusat kota Singapura, terutama Jalan Orchard, di mana ada Menara Kembar OUE. Menurut Propnex Realty Pte, perusahaan yang menangani penjualan kondominium mewah berharga S$4 juta atau Rp40 miliar di menara itu, orang asing yang paling banyak membeli unit pada penjualan Juli lalu adalah warga negara Indonesia.

Angka itu menarik. Sebab tahun lalu hanya sedikit orang Indonesia yang membeli rumah-rumah mewah di tengah kota Singapura. Marina One Residences, misalnya, tahun lalu hanya terjual 3 dari 200 unit pada orang Indonesia, menurut data Cushman and Wakefield seperti dipetik Bloomberg.

Modus Penghindaran Pajak?

Sebagian yang membeli rumah-rumah atau kondominium di pusat kota itu bisa saja memang melihat prospek investasi dari pembelian properti. Meski pasar properti Singapura sempat memburuk, harga apartemen-apartemen di Orchard mulai naik sebesar 0,6 persen akhir tahun lalu, menurut data Cushman and Wakefield.

Tapi sulit tak melihat data lonjakan transaksi properti orang Indonesia di Singapura ini bukan sebagai modus penghindaran pajak.

“Kami melihat peningkatan pesat dalam pembelian properti paling mahal oleh orang Indonesia,” kata Ang Kok Leong, agen senior pada SLP Realty Pte. Para pembeli properti itu, menurut Ang, secara umum terkait dengan kondisi di dalam negeri. “[J]adi, jika saya tak mau orang Indonesia tahu apa yang saya punya, saya akan membeli [barang] di Singapura,” kata Ang pada Bloomberg.

Dengan amnesti pajak, pemerintah Indonesia tak hanya sedang mengampuni dan memberi diskon tarif pajak pada para pengemplang di masa lalu, tapi juga meningkatkan kepatuhan membayar pajak. Ada denda sebanyak 200 persen nilai pajak menanti jika ada wajib pajak yang menyembunyikan asetnya. Menteri keuangan juga memberi pesan pada wajib pajak agar tak main-main.

“Kami [pemerintah] sedang memperbaiki diri, tapi jika Anda tak patuh, saya akan memperhitungkannya secara serius. Tindakan serius, baik secara domestik maupun secara internasional,” Menteri Keuangan Sri Mulyani bicara tentang pengemplang pajak pada Bloomberg, Agustus lalu.

Selain itu, para wajib pajak yang mau memulangkan dananya ke Indonesia (repatriasi), juga diberi insentif dengan tarif tebusan separuh dari mereka yang mendeklarasi harta tanpa merepatriasi asetnya.

Tapi fakta yang lebih penting terkait pajak adalah keikutsertaan Singapura dan Indonesia dalam kesepakatan global untuk saling membuka data kepemilikan warga asing lewat Automatic Exchange of Information (AEoI) dengan standar OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Saat berlaku 2018 nanti, Singapura akan membuka akses terhadap keuangannya, dan para penyimpan aset tidak bisa bersembunyi, termasuk untuk keperluan menghindari pajak.

Ahli pajak Prastowo Yustinus dalam wawancara dengan tirto.id beberapa waktu lalu juga mengingatkan pemerintah soal adanya gerakan pra-pertukaran informasi global yang mengarah pada permintaan agar Indonesia membikin suaka pajak (tax haven).

“Secara global, arahnya sekarang sudah menuju ke transparasi keuangan. Logikanya pengusaha itu minta tax haven supaya bisa sembunyi, tapi kalau sembunyi di Singapura nanti dicari. Mending sembunyi di Batam yang tidak [akan] ada automatic exchange [of information],” kata Prastowo.

Cara lain menghindari pertukaran informasi terkait pajak adalah mengalihkan aset ke dalam bentuk properti. Sebab, kepemilikan real estate tidak termasuk ke dalam informasi yang dilaporkan.

Soal ini diperkuat pernyataan Evrard Bordier, managing partner bank Swiss Bordier & Cie di Singapura, yang mengatakan klien-klien yang kaya biasanya menyimpan 20 persen dari kekayaannya ke dalam properti.

Persentase itu menurutnya bisa meningkat terkait kesepakatan pertukaran informasi standar OECD yang tak memasukkan harta kekayaan dalam bentuk properti sebagai objek yang dilaporkan.

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Maulida Sri Handayani

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Maulida Sri Handayani
Penulis: Maulida Sri Handayani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti