tirto.id - Demo peringatan Hari Buruh atau yang dikenal dengan May Day di Yogyakarta, sempat diwarnai aksi anarkis oleh sejumlah mahasiswa di pertigaan kampus UIN Sunan Kalijaga, Selasa (1/5/2018) sore kemarin.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X berharap masyarakat tidak terprovokasi dengan aksi anarkis tersebut.
"Masyarakat saya kira jangan terpancing oleh provokasi, ya tenang sajalah," kata Sultan HB X seusai menghadiri upacara Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Alun-alun Utara, Yogyakarta, Rabu (2/5/2018).
Menurut Sultan, aksi anarkis sejumlah mahasiswa yang diwarnai dengan pelemparan bom molotov ke Pos Polantas di kawasan pertigaan UIN Sunan Kalijaga itu sudah ditangani dengan baik oleh aparat kepolisian.
Terhadap mahasiswa, Sultan mengaku tidak ingin berpesan apa-apa, sebab menurut dia, aksi sejumlah oknum itu hanya terkait dengan protes pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo.
"Saya kira kalau mahasiswa enggak ya, ya kepentingannya kepentingan Kulon Progo (Bandara NYIA) saja," kata dia.
Tidak hanya membakar Pos Polantas dengan bom molotov, sejumlah oknum peserta aksi pada Selasa (1/5/2018) sore juga menuliskan kalimat bernada ancaman terhadap Sultan HB X dengan tulisan "Bunuh Sultan" di papan baliho yang tidak jauh dari Pos Polantas.
Hal itu yang kemudian turut menyulut kemarahan warga di sekitar kawasan itu untuk ikut membubarkan aksi.
Terkait hal itu, Sultan menanggapi dengan santai serta tidak berniat melaporkannya ke pihak berwenang.
"Tidak apa-apa, tidak semudah itu. Tidak usah lapor, apa-apa kok dilaporkan," kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.
Sebelumnya, aksi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa yang tergabung dalam GERAM (Gerakan 1 Mei) ini berbuntut pada pembakaran pos polisi di tempat tersebut.
"Pembakaran pos polisi sengaja dilakukan oleh beberapa massa aksi karena pos polisi sebagai simbol negara. Dan negara hari ini tidak berpihak pada rakyat," ujar salah satu peserta aksi Arfian, kepada Tirto.
Aliansi mahasiswa ini menuntut kepada pemerintah untuk menurunkan harga BBM, memperbaiki upah pekerja, mencabut Perpres 20/2018 tentang Tenaga Kerja Asing, menolak pembangunan Bandara Kulon Progo, menolak Sultan Ground dan Pakualaman Ground dan mencabut nota kesepahaman perbantuan TNI ke Polri.
Menurut Arfian, demo berlangsung ricuh saat sejumlah "warga dan preman" melempari peserta aksi yang terdiri dari 200an orang dengan batu.
"Kami bentrok dengan warga, preman, polisi berbaju preman. Polisi tak melerai," terang Arfian.
Arfian menambahkan, setelah insiden tersebut, mahasiswa yang ikut berdemonstrasi ditangkap polisi. "Yang ketangkap dibawa ke Polda," jelas Arfian.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo