Menuju konten utama

Suku Bunga Acuan 6 persen, BI Siapkan Kebijakan Akomodatif

Kebijakan yang akan diambil yakni meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter.

Suku Bunga Acuan 6 persen, BI Siapkan Kebijakan Akomodatif
Refleksi pekerja konstruksi dari jendela kaca sebuah bangunan di kawasan bisnis utama di Jakarta, Indonesia, Jumat, 21 Mei 2010. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia itu bisa mencapai 5,5-6 persen tahun ini, sejalan dengan Target pertumbuhan 2010 sebesar 5,8 persen dan 7 persen pada 2014. AP Photo / Tatan Syuflana

tirto.id - Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan kebijakan suku bunga acuan, BI 7 Days (Reserve) Repo Rate di level 6 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pemerintah telah menyiapkan 6 langkah akomodatif untuk mendorong permintaan domestik dan pertumbuhan ekonomi.

"Ada penguatan dari kebijakan akomodatif yang sudah kita lakukan, ada juga yang merupakan perluasan," ucap dia, dalam konferensi di kantor BI, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2019).

Menuruti dia, kebijakan yang akan diambil yakni meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter.

Tak hanya dari sisi kontraksi likuiditas dari bank-bank yang kelebihan, melainkan juga injeksi likuiditas kepada perbankan.

Hal ini dilakukan untuk memperkuat mekanisme pasar yang semula fix rate tender menjadi variable rate tender. Dengan demikian, BI memastikan, stance kebijakan likuiditas tetap longgar.

"Itu akan diperkuat dengan terjadwal dan untuk memastikan ketersediaan [likuiditas] yang cukup," ucap Perry.

Kemudian, melakukan efisiensi pembayaran ritel dengan memperluas layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Caranya, dengan mempercepat setlement atau penyelesaian yang awalnya lima kali menjadi sembilan kali per hari dengan waktu yang juga diperpanjang dari dua jam sekali menjadi setiap jam.

Dengan demikian, masyarakat akan lebih murah, mudah, dan cepat melakukan transaksi pembayaran melalui SKNBI.

"Batas nominal kalau dulu maksimal Rp500 juta, sekarang Rp1 miliar. Penurunan tarif yang lebih murah, semula Rp5.000/transaksi menjadi Rp3.500/transaksi," imbuh dia.

Dari sisi permintaan domestik, bank sentral juga mendorong Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), khususnya dengan melonggarkan dasar (underlying) transaksi. Dengan demikian, transaksi sampai 5 juta dolar AS tidak memerlukan underlying.

"Bisa di-unwinding sebelum jatuh tempo. Diharapkan perkembangan DNDF mendukung pendalaman pasar dan stabilitas nilai tukar," kata Perry.

Selanjutnya, Bank sentral juga akan mengatur para market operator lewat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Vad transaksi di pasar uang dapat lebih efisien.

"PBI akan diatur mengenai bagaimana penyelenggara trading platform, transaksi, termasuk transaksi bank dengan nasabah," jelasnya.

Perry juga mengembangkan pasar surat berharga komersial sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek.

Kemudian, BI mendorong elektronifikasi bantuan sosial dari pemerintah mulai dari Dana Desa, moda transportasi, dan operasi keuangan pemerintah.

"Ini tidak hanya mendukung penyaluran lebih cepat, tepat sasaran, dan efisien, tetapi juga mendorong kegiatan ekonomi domestik," ujar dia.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali