Menuju konten utama

Subsidi Kendaraan Listrik, Banggar: Tak Ada Alokasi di APBN 2023

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah menilai, rencana subsidi kendaraan listrik tidak ada dalam APBN 2023.

Subsidi Kendaraan Listrik, Banggar: Tak Ada Alokasi di APBN 2023
Pengunjung mengamati sejumlah kendaraan motor dinas Pemerintah Kota Bogor yang menggunakan energi listrik saat dipamerkan di Balaikota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.

tirto.id - Pemerintah berencana memberikan subsidi untuk pembelian kendaraan listrik. Nominalnya mulai dari Rp80 juta untuk mobil listrik hingga konversi motor listrik Rp5 juta.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah menilai, rencana tersebut tidak ada dalam APBN 2023. Tidak hanya itu dia menilai nominal subsidi diberikan terlalu besar dan tidak sebanding dengan alokasi program perlindungan sosial yang diterima oleh setiap rumah tangga miskin.

"Jika subsidi ini akan direalisasikan dalam bentuk uang tunai untuk pembelian mobil dan motor listrik, dan jika direalisasikan tahun depan, maka kami tegaskan tidak ada alokasi APBN 2023 untuk dukungan kebijakan tersebut," kata Said di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

Lebih lanjut, dia menilai kebijakan tersebut perlu dikaji kembali oleh pemerintah. Terlebih pada 2023 Indonesia harus bersiap menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu.

"Karena itu kita membutuhkan ketangguhan fiskal pada APBN,” bebernya.

Dia mengklaim, sudah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik. Karena itu, rencana untuk memberikan subsidi mobil dan motor listrik perlu dipertimbangkan dengan matang dan seksama sehingga akselerasi Indonesia menuju transportasi rendah emisi, agenda mengurangi impor minyak bumi, usaha menyehatkan APBN dan kebijakan berkelanjutan mengurangi tingkat kemiskinan dapat berjalan seimbang.

"Apakah pantas, di tengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu? Apalagi masih lebih dari separuh jumlah rakyat kita yang belum memenuhi standar makanan bergizi, dan prevalensi stunting balita kita masih tinggi, tentu hal ini keluar dari batas kepatutan," bebernya.

Di sis lain, Said juga memberi catatan agar Perpres Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan, dalam rangka menumbuhkan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai itu dapat memberikan nilai tambah terhadap kebangkitan industri dalam negeri.

Tak kalah penting, aspek seperti Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) juga diatur secara bertahap. Said berharap besaran komponen TKDN meningkat dari target waktu yang ditentukan. Di mana TKDN untuk roda dua pada tahun 2026 minimum 80 persen dan 2030 untuk roda empat minimum 80 persen.

"Kita berharap target ini bisa konsisten dipenuhi. Pemerintah juga mengedepankan pelaku pelaku industri dalam negeri sebagai pelaku pelaku penting bagi terciptanya ekosistem KBLBB, meskipun sejumlah teknologi penting masih dikuasai oleh pelaku pelaku industri luar negeri," bebernya.

Tetapi, dia menjelaskan pemerintah harus memberikan dukungan insentif terhadap penanaman modal dalam negeri untuk industri kendaraan listrik. Said menuturkan jika skema investasi asing, maka perlu melibatkan rantai pasok produksi oleh mitra mitra nasional lebih banyak, baik BUMN maupun swasta domestik.

Diketahui pemerintah telah mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan untuk KBLBB melalui berbagai kebijakan, antara lain tax holiday 20 tahun, super deduction hingga 300 persen atas biaya penelitian dan pengembangan pembangkit tenaga listrik, baterai, dan alat kelistrikan.

Selain itu pemerintah juga memberikan pembebasan PPN atas bahan baku pembuatan baterai, pembebasan PPN atas impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri KBLBB. Perbedaan tarif PPnBM untuk KBLBB sebesar 0 persen sedangkan yang BBM berkisar 15-70 persen, bea masuk impor mobil incompletely knocked down maupun completely knocked down sebesar 0 persen, pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor hingga 90 persen.

“Jika di total keseluruhan insentif perpajakan ini mencapai 32 persen dari harga jual mobil listrik dan 18 persen dari motor listrik. Dukungan insentif perpajakan ini angin segar bagi industri KBLBB, dan patut kita apresiasi," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SUBSIDI KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin