tirto.id - Menunda-nunda pekerjaan, atau dikenal dengan istilah prokrastinasi, adalah kebiasaan yang sering dialami banyak orang, terutama ketika menghadapi tugas yang terasa menakutkan atau sulit.
Banyak orang, baik pelajar, pekerja, maupun individu di berbagai kalangan, mengalami kecenderungan untuk menunda tugas atau kewajiban yang seharusnya diselesaikan.
Walaupun sering dianggap sebagai masalah sepele, prokrastinasi ternyata dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental, menurut sejumlah penelitian terkini.
Prokrastinasi tidak hanya menyebabkan tekanan emosional akibat tugas yang terus tertunda, tetapi juga dapat memicu rasa bersalah, kecemasan, bahkan stres kronis. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat merusak produktivitas, hubungan sosial, hingga kualitas hidup seseorang.
Prokrastinasi: Penghindaran yang Berdampak pada Emosi
Menurut Fuschia Sirois, seorang profesor psikologi di Universitas Durham, prokrastinasi pada dasarnya adalah bentuk penghindaran. Hal ini bukan sekadar menghindari tugas, tetapi lebih terkait dengan emosi negatif yang muncul saat menghadapi tugas tersebut.
Contohnya, ketika seseorang harus menulis esai, muncul rasa takut akan kesalahan atau ketidakpastian tentang bagaimana memulai. Hal ini sering memicu rasa cemas dan akhirnya membuat tugas ditunda.
Fuschia M. Sirois di penelitiannya yang berjudul Neural basis responsible for self-control association with procrastination: Right MFC and bilateral OFC functional connectivity with left dlPFC, menjelaskan bahwa prokrastinasi berbeda dari sekadar menunda.
Ini adalah bentuk penundaan yang disengaja, tidak diperlukan, dan dilakukan meskipun orang tersebut tahu bahwa tugas itu penting. Efeknya dapat merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Prokrastinasi dan Kesehatan Mental
Sascha Pare dalam artikel yang berjudul Why do we procrastinate? menulis, penundaan yang terus-menerus dapat menciptakan lingkaran setan: tugas yang tertunda menjadi beban mental, memicu stres, dan pada akhirnya memperburuk kesehatan mental.
Prokrastinasi juga dapat berdampak negatif pada performa akademik dan situasi keuangan. Sebuah penelitian pada 2021 menunjukkan bahwa individu yang sering menunda memiliki kesulitan dalam mengelola emosi mereka.
Penelitian tersebut menggunakan pencitraan otak dan menemukan bahwa mahasiswa dengan volume materi abu-abu yang lebih besar di bagian otak dorsolateral prefrontal cortex—area yang berhubungan dengan pengendalian diri—cenderung lebih sedikit menunda pekerjaan.
Sebaliknya, mereka yang memiliki lebih sedikit koneksi saraf di area ini lebih rentan menunda tugas, memilih kenyamanan jangka pendek daripada hasil jangka panjang.
Faktor Biologis dan Lingkungan
Selain aspek emosi, prokrastinasi juga memiliki komponen biologis. Penelitian pada 2018 yang berjudul The Structural and Functional Signature of Action Control, menemukan bahwa amigdala, bagian otak yang mendeteksi ancaman, lebih besar dan lebih sensitif pada orang yang sering menunda. Sensitivitas ini membuat tugas sederhana, seperti mengirim email, terasa seperti ancaman besar.
Lebih jauh, koneksi antara amigdala dan dorsal anterior cingulate cortex—bagian otak yang menentukan respons terhadap ancaman—juga memainkan peran penting. Semakin sedikit koneksi ini, semakin besar kemungkinan seseorang menunda tugas.
Namun, Sirois menggarisbawahi bahwa faktor lingkungan juga memiliki pengaruh besar. Misalnya, seseorang yang biasanya tidak menunda bisa saja mulai melakukannya ketika menghadapi tekanan emosional yang berlebihan, seperti kehilangan anggota keluarga. Dalam situasi ini, prokrastinasi menjadi cara "cepat dan kotor" untuk mengatasi stres, meskipun ini hanya solusi sementara yang memperburuk masalah jangka panjang.
Cara Mengatasi Kebiasaan Menunda
Meskipun menunda pekerjaan dapat terasa sulit diatasi, ada kabar baik: kebiasaan ini dapat diubah. Langkah pertama adalah mengenali emosi yang memicu penghindaran. Mengidentifikasi alasan di balik rasa cemas atau tidak nyaman terhadap suatu tugas dapat membantu mengelola emosi tersebut.
Beberapa strategi yang direkomendasikan oleh Sirois meliputi:
- Memecah tugas menjadi bagian kecil
Daripada menghadapi tugas besar sekaligus, cobalah membaginya menjadi langkah-langkah kecil yang lebih mudah dicapai.
- Mencari makna dalam tugas
Menghubungkan tugas dengan tujuan atau manfaat jangka panjang dapat meningkatkan motivasi untuk menyelesaikannya.
- Memberi penghargaan pada diri sendiri
Menyelesaikan bagian kecil dari tugas layak dirayakan. Hadiah kecil dapat menjadi motivasi tambahan.
- Menggunakan belas kasih terhadap diri sendiri
Menurut Sirois, memaafkan diri atas kebiasaan menunda dapat mengurangi kemungkinan menunda lagi di masa depan.
Editor: Iswara N Raditya