tirto.id - Pluit dimulainya kampanye terbuka Pilpres 2019 telah ditiup oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) per hari ini, 24 Maret 2019. Durasi kampanye tak sampai satu bulan karena hari pencoblosan telah ditetapkan pada 17 April 2019.
Kampanye terbuka perdana Prabowo Subianto-Sandiaga Uno digelar di Solo dan Sragen, Jawa Tengah. Sebelum ke agenda utama di Gedung Sasana Manggala, Sragen, Sandiaga dijadwalkan menyambangi Lapangan Banyuanyar, Solo.
Sementara Joko Widodo dan Ma'ruf Amin memulai kampanye terbuka di Banten, tepatnya di GOR Maulana Yusuf Ciceri, Serang.
Pada Pilpres 2014, Jokowi, yang ketika itu didampingi Jusuf Kalla, menang mutlak di Solo. Suaranya mencapai 84,30 persen. Sementara di Banten, lima tahun lalu Prabowo-Hatta Rajasa meraup 57,1 persen suara. Dengan demikian, bisa dibilang keduanya memainkan strategi ofensif karena memulai kampanye terbuka di 'kandang' lawan.
Hal ini dipertegas dengan pernyataan pejabat masing-masing kubu. Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Hasto Kristiyanto, misalnya, mengatakan Banten dipilih agar memperkuat konsolidasi pendukung petahana.
"Kami pilih [Banten] karena penduduknya juga padat dan penguatan dari Pak jokowi dan Ma'ruf Amin, dan seluruh partai termasuk PDIP," katanya.
Dia bahkan mengatakan Banten tak lagi bisa disebut sebagai lumbung suara Prabowo. "Karena zaman sudah berubah," katanya.
Sementara ketua panitia lokal kampanye terbuka Prabowo-Sandiaga, Afrizal Firmansyah, dengan tegas mengatakan bahwa mereka "ingin memutihkan Solo." "Agar masyarakat tahu bahwa Solo tidak hanya merah saja," katanya.
Karena itu pula kampanye ini diberi titel "Ahad sehat, Solo Itu Putih."
KPU sendiri membagi dua zona untuk kebutuhan kampanye terbuka ini. Zona A terdiri dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Sementara Zona B terdiri dari Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Masing-masing zona terdiri dari 14 wilayah. "Sehingga kami pastikan bahwa setiap peserta pemilu akan mendapatkan jadwal kampanye rapat umum yang adil dan setara," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan, 27 Februari lalu.
Berpengaruh?
Bagi pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi, strategi kampanye di kandang lawan tak akan banyak berpengaruh kepada perolehan suara. Soalnya para pendukung cenderung pemilih ideologis. Mereka sulit mengubah pilihan.
"Rata-rata orang sudah mempunyai preferensi ideologis," ujar Arya saat dihubungi reporter Tirto.
Di sisi lain, yang masih belum menentukan pilihan alias swing voters, kata Arya, justru akan lebih terpengaruh oleh kampanye-kampanye lewat media sosial.
Pendapat berbeda disampaikan pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno. Menurutnya kampanye terbuka tetap penting, dan justru itu jadi momentum keduanya bertarung habis-habisan di sisa waktu yang tinggal sedikit ini.
"Dinamika di lapangan saat kampanye terbuka itu penting. Karena jika ada satu kejadian di daerah yang benar-benar luar biasa, maka swing voters dengan porsi yang cukup besar bisa berpaling," katanya.
Kampanye terbuka juga mestinya jadi pembuktian apakah mesin partai bekerja atau tidak. Termasuk di dalamnya kerja-kerja kepala daerah.
"Faktor kepala daerah ini yang akan efektif untuk mengerek suara di masing-masing daerah," ujarnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino