Menuju konten utama

Strategi Kementerian ESDM Menguatkan Rupiah Tanpa Naikkan Harga BBM

Strategi kementerian ESDM dalam menguatkan kurs rupiah dengan mengurangi impor BBM.

Strategi Kementerian ESDM Menguatkan Rupiah Tanpa Naikkan Harga BBM
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya (ESDM), Ignasius Jonan menyatakan tidak akan mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM untuk menguatkan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS.

"Pemerintah tidak merencanakan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat," ujar Jonan di Kementerian ESDM Jakarta pada Selasa (4/9/2018).

Saat ini dolar AS sudah mencapai level Rp14.900. Pemerintah fokus menguatkan rupiah dengan melakukan sejumlah strategi termasuk mengurangi komponen impor di berbagai proyek sektor di dalam negeri.

Mengurangi Impor BBM

Menurut Jonan, pemerintah akan mengurangi porsi impor BBM yang dilakukan Pertamina dalam mendorong penguatan kurs rupiah. Pemerintah akan menerapkan aturan kewajiban Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menawarkan hasil produksi minyak mentah ke Pertamina, sebelum di ekspor.

"Arahan pak presiden, jangan dari dalam negeri produksi, tapi dilelang di Singapura. Pertamina butuh lalu impor crude (minyak mentah) di Singapura. Kan lucu produksi minyak dalam negeri dikirim ke luar negeri, lalu kita impor," ujar Jonan.

Peraturan menteri (Permen) untuk menerapkan kewajiban kepada KKKS ini, sedang disiapkan. Nantinya kewajiban ini bersifat business to business (b to b) antara KKKS dengan Pertamina.

Wakil Menteri ESDM, Archandra Tahar menyebutkan bahwa rata-rata produksi KKKS 215.000 hingga 220.000 barel oil pee day (BOPD). Adanya kewajiban penawaran pembelian produk minyak mentah oleh KKKS kepada Pertamina, kata Archandra akan ada penghematan devisa.

"Penghematan devisa itu berasal dari cost kalau Pertamina impor, misal dengan harga 70 dolar AS per barel. Kemungkinan 70 dolar AS itu sudah termasuk biaya transportasi yang kira-kira kisaran 3-4 dolar AS per barel," ungkap Archandra.

"Pembelian crude dalam negeri oleh Pertamina dari KKKS sama dengan ICP (Indonesia Crude Price) ini sedang diatur. Nanti rencananya akan ada ICP plus margin. Bentuknya B to B Pertamina dengan KKKS," imbuh Archandra.

Menunda Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik

Selain mengurangi impor BBM, menurut Jonan, pemerintah akan menunda pengerjaan proyek kelistrikan. Pembangunan pembangkit listrik 15,2 megawatt (MW) dari mega proyek 35 ribu MW, dialihkan ke tahun 2021 hingga 2026. Penundaan ini mempertimbangkan proyek pembangunan yang belum mencapai penyelesaian pembiayaan (financial close/FC).

"Kapasitas proyek pembangunan 15,2 MW yang ditunda ke 2021 hingga 2026, dapat kurangi beban impor kira-kira 8-10 miliar dolar AS," ujar Jonan di Kementerian ESDM Jakarta pada Selasa malam (5/9/2018).

Tidak hanya proyek kelistrikan, proyek pembangunan hulu minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batu bara (minerba), serta energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE), juga dibatasi impornya.

Prinsipnya, Jonan tidak akan menyetujui master list rencana impor komponen dari bidang-bidang tersebut, apabila di dalam negeri terdapat produksi yang mencukupi, baik kuantitas dan kualitasnya.

Penerapan B20

Jonan juga mendukung mandatori perluasan penerapan biodiesel 20 persen (B20) di sektor proyek ESDM. Semula B20 sejak 2016 hanya diterapkan untuk public service obligation (PSO), yang fokus pada alat transportasi umum. Lalu saat ini, diperluas hingga ke Non-PSO, meliputi kegiatan industri perkapalan, pertambangan, dan sebagainya.

"Tujuan perluasan penerapan B20 itu untuk menghemat devisa kira-kira dalam 3 bulan terakhir ini (Oktober-November-Desember) 2,3 miliar dolar AS. Tahun depan dalam setahun penuh dapat hemat devisa sebesar 3,3 miliar dolar AS," terangnya.

Jonan berwacana dalam dua tahun ke depan, proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) telah dapat menggunakan B20 100 persen. Dimaksudkan untuk PLTD yang kapasitasmya sudah rendah.

Pengetatan Kontrol Devisa Hasil Ekspor

Lebih lanjut untuk mendorong penguatan rupiah, Jonan mengetatkan pengontrolan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam di bidang minerba dan migas.

"Kami akan terapkan peraturan bahwa satu ekspor semua harus pakai L/C (letter of credit) dari Kemenkeu (Kementerian Keuangan) dan Kemendag (Kementerian Perdagangan). Hasil ekspornya 100 persen kembali ke indonesia, boleh dalam bentuk dolar AS atau bisa ditempatkan di bank-bank BUMN di luar negeri (BNI di Hongkong). Tidak ada alasan, pinjam dalam mata uang asing, karena bisa dibayar dari sini," ungkap Jonan.

Apabila DHE tidak masuk dalam negeri, maka pemerintah akan memberikan sanksi kepada eksportir untuk mengurangi kapasitas ekspornya.

"Ini arahan Presiden karena SDA itu kalau dilihat di UUD 1945 dan turunannya kan SDA dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk negara. Mau di UU minerba atau migas, tidak ada ambang dalam bentuk apapun yang dimiliki oleh private atau swasta," ujar ya.

Semua pengusaha pengekspor komoditas minerba dan migas di dalam negeri hanya mengantongi izin usaha, bukan memiliki SDA yang bebas dieksplorasi dan eksploitasi. "Semua SDA dimiliki negara," ucapnya.

Baca juga artikel terkait NILAI RUPIAH atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yantina Debora