tirto.id -
Menurut Agus, dalam UU nomor 17 tahun 2014 atau UU MD3 dikatakan keputusan pimpinan DPR adalah kolektif kolegial dan tetap bisa mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum. Syarat kuorum, kata dia, adalah tiga dari lima pimpinan DPR hadir.
"Jadi kinerja dewan tetap seperti apa yang telah ditetapkan karena masih memenuhi kuorum," kata Agus di DPR, Senin (13/11/2017).
Untuk memimpin rapat paripurna pun, dikatakan Agus, bisa dipimpin minimal dua orang anggota pimpinan DPR. Sementara, masih ada empat pimpinan lainnya yang bisa bekerja tanpa tersangkut masalah hukum.
Desakan mengganti Novanto sempat muncul dari Pengurus Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Mirwan DZ Fauli dan Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.
Keduanya menilai posisi Novanto sebagai tersangka korupsi bisa semakin merusak citra DPR yang selama ini telah minim kepercayaan dari publik. Mereka mengusulkan agar Majelis Kehormatan Dewan (MKD) agar segera memproses ketua DPR sesuai peraturan etik yang ada.
Menanggapi hal itu, Agus menyatakan dalam UU MD3 telah diatur bahwa ketua DPR tersangkut masalah hukum hanya bisa diganti apabila telah mencapai keputusan inkrah dan berhalangan karena sakit yang tidak memungkinkan lagi bekerja.
"Tadi itu semuanya tentu diserahkan kepada fraksi yang bersangkutan," kata Agus.
Wasekjen Golkar Maman Abdurachman sebelumnya telah menyatakan partainya belum memikirkan untuk mengganti Novanto sebagai ketua DPR dengan alasan belum ada ketetapan hukum tetap pada yang bersangkutan.
"Kan ada azas praduga tak bersalah," kata Maman di Gado-gado Boplo, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Novanto ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka megaproyek e-KTP untuk kali kedua pada 10 November 2017. Pada penetapan pertama 17 Juli lalu, Novanto lolos setelah menang sidang praperadilan di PN Jaksel.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri