Menuju konten utama

Sri Sultan Buka Bersama Warga Peringati Hari Lahir Pancasila

Untuk pertama kalinya, Sri Sultan HB X mengundang masyarakat Yogyakarta ke Keraton untuk memperingati hari lahir Pancasila dan buka bersama.

Sri Sultan Buka Bersama Warga Peringati Hari Lahir Pancasila
Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tirto/Danna C

tirto.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X, untuk pertama kalinya mengundang seluruh masyarakat Yogyakarta hadir dalam peringatan hari lahir Pancasila yang jatuh pada hari ini, Kamis (1/6/2017). Acara diselenggarakan di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta mulai pukul 15.00 WIB sampai waktu buka puasa.

Berdasarkan pengamatan Tirto, sekitar pukul 15.10 WIB, Bangsal Pagelaran sudah penuh sesak dengan tamu undangan, bahkan sebagian dari mereka terpaksa berdiri karena tempat sudah penuh. Semakin sore, tamu undangan semakin banyak berdatangan, yang tidak masuk ke dalam Bangsal, mengukuti acara dari luar pagar dan sebagian duduk di Alun-alun Utara.

Acara dimulai dengan menyanyikan lagi nasional oleh paduan suara yang terdiri dari enam ratus siswa SMA di Yogyakarta. Mereka menyanyikan lagu Maju Tak Gentar, Bangun Pemudi Pemuda dan Rayuan Pulau Kelapa.

Tepat setelah lagu terakhir dinyanyikan, Sri Sultan memasuki Bangsal didampingi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, Wakil Gubernur DIY Paku Alam XI dan Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adi Pati Paku Alam, beserta rombongan. Acara dilanjutkan dengan pembacaan Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Sultan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk selalu mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, mengingat semakin kuatnya paham-paham asing yang mencoba merusak ideologi bangsa.

“Pancasila tidak cukup hanya diikrarkan, tidak cukup dengan slogan 'NKRI harga mati', momentum hari ini mengingatkan kita bahwa Pancasila adalah jiwa bangsa. Bung Karno menyebut Pancasila sebagai roh yang mampu memperteguh kebangsaan,” kata Sri Sultan dalam pidatonya.

Sri Sultan juga mengaitkan dengan kondisi saat ini yang dipenuhi dengan ujaran kebencian, keinginan untuk menang sendiri, debat yang menimbulkan kontroversi, vulgar, dan melupakan bagaimana mengutamakan Pancasila sebagai basis rekonsiliasi.

Pada hari lahir Pancasila ini, Sri Sultan juga mengumumkan terbentuknya Gerakan Rakyat Pancasila DIY yang terpanggil untuk membawa kesejukan bagi bangsa Indonesia, mengingatkan bahwa masih ada jalan keluar di tengah situasi ini.

“Saya mengajak seluruh warga masyarakat untuk bangkit bersama Gerakan Rakyat Pancasila, dari Jogja untuk Indonesia,” ujar Sri Sultan.

Ketua Gerakan Rakyat Pancasila Lestanto Budiman mengatakan, peringatan hari lahir Pancasila yang dihadiri seluruh elemen masyarakat Yogyakarta ini menjadi langkah pertama untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan.

“Ini acara baru diadakan untuk pertama kalinya, setelah kita melihat fenomena yang terjadi, mulai muncul perdebatan pertentangan tentang Pancasila, mulai muncul gejolak-gejolak yang mengarah perpecahan bangsa, ini yang kita harapkan tidak terjadi,” kata Lestanto kepada Tirto.

Ia mencontohkan, seperti kemunculan partai yang mengatasnamakan agama, seperti HTI, terorisme yang diduga juga mengatasnamakan agama, dan isu-isu intoleransi, yang menjadi tanda pudarnya nilai Pancasila di tengah kehidupan masyarakat.

“Pancasila itu kan menempatkan agama-agama pada posisi yang paling baik, di mana setiap individu diwajibkan melaksanakan ajaran-ajarannya dengan baik, tanpa harus saling menggangu, nah hari ini sudah ada nuansa dari kelompok yang mengatasnamakan agama, menimbulkan hal-hal yang tidak baik, upaya memecah belah,” ujarnya.

Gerakan Rakyat Pancasila ini anggotanya mencapai ribuan orang yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat. Selain pidato dari Sri Sultan dan pembacaan maklumat oleh Gerakan Rakyat Pancasila, acara diisi dengan buka bersama dengan nasi bungkus dan air mineral.

Menurut Lestanto, nasi bungkus ini merupakan sumbangan dari berbagai kalangan, terkumpul sekitar 18 ribu dan akan dibagikan secara gartis untuk tamu undangan yang hadir.

Semangat nasi bungkus ini, menurut Sri Sultan menjadi wujud solidaritas sosial dan ekspresi kultural, seperti halnya aksi damai 20 Mei 1998 di Yogyakarta, seperti saat gempa 27 Mei 2006, dan saat erupsi Gunung Merapi akhir September 2010. Nasi bungkus merupakan wujud semangat gotong royong masyarakat Yogyakarta.

Baca juga artikel terkait HARI PANCASILA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra