tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kenaikan cukai rokok sebanyak 12,5 persen pada 2021 bakal mampu menekan konsumsi rokok lebih dalam lagi. Sri Mulyani menargetkan prevalensi perokok dewasa dan anak-anak bisa turun tahun depan.
“Kenaikan cukai diharapkan mengendalikan konsumsi rokok, menurunkan prevalensi merokok. Prevalensi dewasa diharapkan turun dari 33,8 persen menjadi 33,2 persen pada 2021,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/12/2020).
Sri Mulyani juga mengincar penurunan prevalensi rokok anak atau mereka yang berusia 10-18 tahun. Posisi saat ini prevalensi perokok anak berada di angka 9,1 persen dan ditargetkan dapat turun menjadi 8,7 persen per 2024 sebagaimana target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Menurut Sri Mulyani target ini bisa dicapai. Pasalnya kenaikan cukai hingga 12,5 persen bakal menyebabkan harga rokok menjadi lebih mahal.
Perhitungan keterjangkauan suatu produk atau affordability index untuk rokok Indonesia misalnya diprediksi bakal naik dari 12,2 persen menjadi 13,7-14 persen.
“Sehingga makin tidak dapat terbeli,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani tahu konsekuensi dari kenaikan cukai ini juga bakal berdampak bagi pekerja industri tembakau maupun petani tembakau. Namun ia memastikan telah mempertimbangkan nasib mereka. Per 2017 ada 150.552 pekerja di industri tembakau dan 526.389 keluarga yang bergantung pada pertanian tembakau.
Sebagai respons atas itu, pemerintah pada 2021 tidak menaikkan cukai bagi sigaret kretek tangan (SKT) atau rokok yang dibuat dengan tangan. Sri Mulyani juga memastikan kenaikan cukai telah memperhatikan potensi penyerapan tembakau petani.
Sri Mulyani bilang pemerintah akan memastikan kesejahteraan mereka seperti melalui alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) cukai tembakau yang diperuntukkan bagi mereka yang terdampak kenaikan cukai. Langkah lainnya pembentukan kawasan industri hasil tembakau untuk memberi lokasi UMKM sekaligus untuk mengawasi peredaran rokok ilegal.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz