tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati siap menggunakan berbagai insentif fiskal untuk menekan pelebaran neraca transaksi berjalan (CAD) yang sudah menyentuh 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II/2019.
Menurutnya, hal tersebut diperlukan agar investasi di sektor manufaktur dapat tumbuh dan sektor-sektor yang berkaitan dengan ekspor bisa terkerek.
Mantan direktur pelaksana bank dunia itu menyampaikan, instrumen fiskal yang dikeluarkan oleh kementeriannya tak hanya berlaku bagi calon investor, melainkan juga untuk investor atau pengusaha yang sudah ada.
Hal tersebut dilakukan untuk menstimulasi ekspor komoditas yang berada di bawah supervisi sejumlah kementerian seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kita harapkan supaya kita juga bisa terus meng-adjust policy kita sesuai kebutuhan," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2019).
Tak hanya itu, pihaknya juga siap membantu pemerintah daerah untuk memacu kinerja ekspor unggulannya, dengan berbagai insentif.
"Pokoknya kami siap dengan seluruh instrumennya membantu kementerian terkait dan pemerintah daerah yang bisa ikut memecahkan masalah CAD," imbuhnya.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada Mudradjad menilai, berlanjutnya defisit CAD ini disebabkan karena kelemahan Indonesia pada neraca perdagangan.
Pasalnya, selama ini Mudradjad menilai, angkanya kerap defisit dan bila surplus, seringkali tak bertahan lama di periode selanjutnya.
“Bagaimana mengubah defisit transaksi berjalan jadi surplus? Kita masih negatif. Sumber defisitnya neraca perdagangan masih berlanjut. Kadang surplus kadang defisit. Jasa kita juga selalu negatif. Kita ada kelemahan mendasar jasa sama produk,” ucap Mudradjad saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (9/8/2019).
Mudradjad mengatakan, Indonesia perlu melakukan pembenahan pada substitusi barang impor. Pasalnya, Indonesia masih cukup sering melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri.
Misalnya gula, peralatan industri kesehatan, sampai keperluan otomotif yang berasal dari Jepang hingga Jerman. Menurut Mudradjad, pemerintah dapat membenahi ketergantungan ini dengan mengembangkan komponen penelitian dan pengembangan agar dapat membuat sendiri atau mencari substitusi dari bahan baku yang biasa diimpor.
“Penelitian kita banyak tapi tidak fokus dan kecil-kecil. Belum ada yang bisa bikin produk kita ‘wah’ kayak Samsung,” ucap Mudradjad.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno