Menuju konten utama

Defisit Transaksi Berjalan 3%, Neraca Perdagangan Perlu Dibenahi

Bank Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan kuartal ke-II menyentuh angka 3 persen dari PDB, Pemerintah diminta membenahi neraca perdagangan.

Defisit Transaksi Berjalan 3%, Neraca Perdagangan Perlu Dibenahi
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/6/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi.

tirto.id - Bank Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) Indonesia pada kuartal ke-II menyentuh angka 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan 8,4 miliar dolar AS. Nilai ini cukup mengkhawatirkan karena menyentuh batas aman yang menjadi patokan pemerintah yaitu tidak boleh lebih dari batas 3 persen dari PDB.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada, Mudradjad menilai berlanjutnya defisit CAD ini disebabkan karena kelemahan Indonesia pada neraca perdagangan. Pasalnya, selama ini Mudradjad menilai angkanya kerap defisit dan bila surplus, seringkali tak bertahan lama di periode selanjutnya.

“Bagaimana mengubah defisit transaksi berjalan jadi surplus? Kita masih negatif. Sumber defisitnya neraca perdagangan masih berlanjut. Kadang surplus kadang defisit. Jasa kita juga selalu negatif. Kita ada kelemahan mendasar jasa sama produk,” ucap Mudradjad saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (9/8/2019).

Mudradjad mengatakan Indonesia perlu melakukan pembenahan pada substitusi barang impor. Pasalnya, Indonesia masih cukup sering melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri.

Misalnya gula, peralatan industri kesehatan, sampai keperluan otomotif yang berasal dari Jepang hingga Jerman. Menurut Mudradjad, pemerintah dapat membenahi ketergantungan ini dengan mengembangkan komponen penelitian dan pengembangan agar dapat membuat sendiri atau mencari substitusi dari bahan baku yang biasa diimpor.

“Penelitian kita banyak tapi tidak fokus dan kecil-kecil. Belum ada yang bisa bikin produk kita ‘wah’ kayak Samsung,” ucap Mudradjad.

Selain penelitian, ia meminta pemerintah membenahi ekspor Indonesia yang kerap bergantung pada barang-barang komoditas. Menurutnya, bila pemerintah serius menggenjot industri berbasis ekspor maka pendekatan ini, katanya, harus diubah untuk lebih memperhatikan perkembangan teknologi dan tenaga kerja terampil.

“Kalau mau kembangkan brand internasional kita perlu inovasi dan berbasis Litbang. Orientasi ekspor,” ucap Mudradjad.

Baca juga artikel terkait NERACA PERDAGANGAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri