tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada bulan Juni 2019 mengalami surplus tipis di angka 0,20 miliar dolar AS. Nilai itu turun sedikit dari Mei 2019 yang surplus 0,22 miliar dolar AS.
Nilai surplus itu diperoleh dengan tingkat ekspor Juni 2019 di angka 11,78 miliar dolar AS berbanding dengan impor yang hanya mencapai 11,58 miliar dolar AS.
Perolehan angka ini menunjukkan secara kumulatif Januari-Juni 2019, Indonesia masih defisit 1,93 miliar dolar AS. Nilai ini masih tergolong tinggi dibanding perolehan year on year (yoy) pada 2018 yang hanya berkisar defisit 1,20 miliar dolar AS.
“Nilai impor Juni 11,58 miliar dolar AS. Nilai ekspor Rp11,78 miliar dolar AS. Juni 2019 masih surplus 0,2 miliar dolar AS,” ucap Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di BPS pada Senin (15/7/2019).
Pada ekspor Juni 2019 tercatat mengalami penurunan 20,54 persen dibanding Mei 2019. Dari 14,83 miliar dolar AS ke 11,78 miliar dolar AS. Penurunan ekspor terbesar terjadi pada migas sebanyak 34,36 persen dari 1,14 miliar dolar AS menjadi 0,75 miliar dolar AS.
Penurunan ekspor ini kata Suhariyanto disebabkan karena adanya penurunan harga komoditas seperti minyak mentah atau Indonesia Crude Price (ICP), minyak kelapa sawit, dan batu bara.
Faktor ini menjadi penyebab turunnya ekspor migas dan produk pertambangan di angka 34,36 persen dan 16,11 persen dibanding bulan lalu. Sementara itu, ekspor pertanian dan industri pengolahan juga tercatat turun sekitar 33,83 persen dan 19,63 persen.
“Kenapa total ekspor turun? Volume naik tapi harganya turunnya jauh. Dia menjadi turun [nilainya]. Batu bara dan kelapa sawit kuantitas naik tapi harga turun. Kecuali karet ya. Harga naik, volume turun,” ucap Suhariyanto.
“Penurunan paling dalam itu bahan bakar mineral. Nilainya turun 16,31 persen,” tambah Suhariyanto.
Lalu Suhariyanto juga menyatakan Indonesia mengalami penurunan impor secara month to month (mtom) sebanyak 20,70 persen. Dari 14,61 miliar dolar AS menjadi 11,58 miliar dolar AS. Penurunan impor migas terjadi sebanyak 21,50 persen sementara non migas sebanyak 20,55 persen.
Dari sisi penggunaan barangnya baik konsumsi, bahan baku penolong, dan barang modal mengalami penurunan masing-masing 33,57 persen, 17,78 persen, dan 25,33 persen secara mtom.
Namun, menurut Suhariyanto penurunan impor juga dipengaruhi oleh libur lebaran Juni 2019 selama 10 hari. Akibat libur itu sejumlah kinerja industry pun menurun sehingga berimbas pada kinerja impor. Hal yang sama ia pastikan berlaku pada nasib kinerja ekspor yang juga menurun mengikuti pola Hari Raya Idul Fitri.
“Impor kita turun agak dalam. Tapi pergerakannya mirip dengan ekspor. Juni selalu ada patahan selama 3 tahun berturut-turut ada cuti bersama,” ucap Suhariyanto.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri