Menuju konten utama

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Belum Turunkan Kemiskinan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum berdampak pada pemerataan kesejahteraan. 

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Belum Turunkan Kemiskinan
Potret kemiskinan di Jakarta. TIRTO/Andrey Gromico.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum berhasil menciptakan pemerataan kesejahteraan dan pengurangan kemiskinan secara signifikan.

Pertumbuhan, kata Sri, memang tidak otomatis menekan angka kemiskinan. Dampak positifnya bagi pengurangan kemiskinan baru muncul apabila pertumbuhan didesain secara tepat untuk pemerataan kesejahteraan.

"Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan. Tapi, desain dari pertumbuhan ekonomi itulah yang akan menentukan kualitas dari manfaat pertumbuhan tersebut terhadap seluruh rakyat," kata Sri di Peluncuran Laporan Ketimpangan "Menuju Indonesia yang Lebih Setara" oleh Oxfam dan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada Kamis (23/2/2017).

Sri menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir sebenarnya sudah memuaskan karena mampu menghidari dampak krisis ekonomi global pada 2008-2009 lalu.

"Sebagai emerging country (negara berkembang), kinerja Indonesia tidak buruk. Malah bisa dikatakan yang tertinggi. Indonesia bisa tumbuh sebesar 5,6 persen, itu adalah sebuah pencapaian," ujar dia.

Sayangnya, menurut Sri, tingginya pertumbuhan itu belum diikuti turunnya angka kemiskinan dalam jumlah yang signifikan.

"Pada periode 2011-2012, setiap pertumbuhan ekonomi naik 1 persen, kemiskinan turun 0,106 persen. Sedangkan pada 2013-2015, setiap naiknya pertumbuhan ekonomi 1 persen, hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 0,033 persen," kata dia memerinci.

Dia berpendapat sumber utama ketimpangan di Indonesia selama ini adalah adanya ketidaksetaraan dalam kesempatan membangun usaha dan memperoleh pekerjaan.

"Kalau kita bicara tentang kesempatan dan masyarakat miskin, kemiskinan itu bisa diwariskan. Di keluarga yang miskin, sejak janin seseorang itu telah mendapatkan ketidaksetaraan, misal dari gizinya," ujar dia.

Karena itu, menurut Sri, intervensi pemerintah dalam pengurangan kemiskinan harus dilakukan pada fase sedini mungkin, yakni pemenuhan kebutuhan pangan setiap keluarga miskin.

Masalahnya, dia mengakui pembangunan di Indonesia masih timpang dan lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hulu permasalah ialah, alokasi anggaran yang masih berdasar pada data per-kapita, sehingga kawasan padat penduduk seperti Jawa menerima prioritas lebih tinggi ketimbang kawasan lain yang populasinya lebih minim.

"Namun itu adalah tantangan kebijakan, bukan masalah keberpihakan. Bagaimana kita menggunakan setiap rupiah APBN dari sisi spending (pembelanjaan) untuk diletakkan dimana, kepada siapa, dan dalam bentuk apa," ujar dia.

Juru Bicara Oxfam, Dini Widiastuti mengatakan lembaganya memberikan sejumlah rekomendasi ke pemerintah terkait pengurangan ketimpangan pembanguan antar-daerah. Salah satu jalan keluarnya ialah kerja sama intensif antara pusat dan daerah untuk menekan angka kemiskinan.

"Ketimpangan di daerah-daerah inilah yang memang harus diatasi. Maka dari itu, peranan pemerintah daerah sangat besar sekali," ujar dia.

Baca juga artikel terkait KEMISKINAN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom