tirto.id - Kementerian Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami surplus sebesar Rp19,7 triliun hingga akhir Februari 2022. Surplus ini didorong akibat penerimaan negara lebih besar, dibanding belanja negara.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga akhir Februari pendapatan negara telah mencapai Rp302,4 triliun, sedangkan belanja negara baru sebesar Rp282,7 triliun.
"Total defisit kita dalam hal ini adalah surplus Rp19,7 triliun dibandingkan tahun lalu yang defisit Rp63,3 triliun ini juga pembalikan yang luar biasa," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (28/3/2022).
Bendahara Negara itu merinci pendapatan negara mengalami pertumbuhan sebesar 37,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu dengan seluruh sektor penerimaan juga tumbuh. Meski begitu, pendapatan negara mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan Januari lalu yang bisa mencapai 54,9 persen.
Pendapatan negara terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp199,4 triliun atau tumbuh 36,5 persen dibandingkan Februari 2021, penerimaan bea cukai Rp56,7 triliun atau tumbuh 59,3 persen, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp11,4 triliun atau tumbuh 22,5 persen.
"Jadi pendapatan negara menggambarkan satu, pemulihan ekonomi yang menggeliat cukup kuat dan tadi across beberapa sektor jenis pajak dan penerimaan," jelasnya.
"Kedua, harga komoditas dunia yang melonjak yang memberi kontribusi. Dua hal ini yang menjadi faktor utama dari sisi kontribusi pendapatan," sambungnya.
Sementara dari sisi belanja, pemerintah sudah realisasi Rp282,7 triliun atau mengalami perlambatan 0,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Belanja negara ini masih lemah walaupun penurunan realisasinya lebih rendah dibandingkan minus 13 persen pada Januari lalu.
Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp172,2 triliun atau turun 4,2 persen yang berasal dari belanja kementerian/lembaga Rp78,6 triliun dan belanja non-K/L Rp93,6 triliun. Sedangkan transfer ke daerah terealisasi Rp107,1 triliun tumbuh 7,8 persen dan dana desa Rp3,4 triliun turun 11,9 persen.
"Jadi di satu sisi APBN kita memang harus disehatkan dan ini terlihat cukup baik, namun APBN diminta untuk bekerja luar biasa keras lagi untuk melindungi masyarakat dari shock harga-harga komoditas," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri