tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, pemulihan ekonomi global akan mengalami tekanan dari proyeksi awal sebelumnya. Kondisi ini tidak terlepas akibat situasi geopolitik terjadi di Ukraina.
“Ekspektasi yang tadinya positif terhadap pemulihan ekonomi global seiring meredanya COVID-19 tertahan atau mengalami tekanan karena eskalasi dari kondisi perang yang terjadi di Ukraina,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).
Sri Mulyani menambahkan, pemberlakuan sanksi dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan G7 terhadap Rusia telah menyebabkan gangguan rantai pasok. Hal ini mengganggu volume perdagangan dan prospek pertumbuhan ekonomi global.
Di samping itu, lanjut Sri Mulyani, perang di Ukraina telah memicu kenaikan harga komoditas pangan, energi, dan logam sehingga mendorong kenaikan inflasi. Di sisi lain kenaikan inflasi juga menciptakan tantangan bagi normalisasi kebijakan moneter di negara maju.
“Meskipun demikian, sejumlah risiko perlambatan berasal dari kondisi global berpotensi mempengaruhi inflasi dan kinerja perekonomian," tukasnya.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 berada di kisaran 4,4 persen. Proyeksi ini lebih rendah jika dibandingkan posisi pertumbuhan pada 2021 yang sebesar 5,7 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan yang rendah ini akibat adanya ketidakseimbangan ekonomi dari negara-negara di dunia. Misalnya, pada 2021 ekonomi global hanya bertumpu kepada dua negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Cina.
“Ketidakseimbangan masih berlanjut. Kenapa? Karena kemampuan untuk pulih dari COVID-19 memang tidak seimbang," kata Perry dalam Kuliah Umum: Mendorong Akselarasi Pemulihan Ekonomi dan Menjaga Stabilitas, secara daring, Senin (21/3/2022).
Perry menyebut, negara-negara maju bisa melakukan vaksinasi secara cepat. Mereka bahkan bisa melakukan stimulus fiskal dan moneternya dengan tepat. Sebaliknya di negara berkembang, kemampuan itu terbatas.
Lebih dari itu, Perry melihat ada tiga tantangan yang akan dihadapi dalam pemulihan ekonomi global. Pertama adalah dampak dari normalisasi dari negara-negara maju. Kedua dampak dari COVID-19 sendiri terhadap sektor riil. Ketiga adanya ketegangan geopolitik terjadi antara Rusia dan Ukraina.
“Ini juga jadikan permasalahan pemulihan ekonomi global sulit dan harus dilakukan bersama,” kata dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz