tirto.id - Dengan adanya kenaikan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), masyarakat bisa lebih percaya terhadap bisa lebih percaya terhadap jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dan jumlah pungutan tidak resmi dapat ditekan.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi keputusan kenaikan tarif pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Karenanya, ia pun memastikan kebijakan tersebut dilakukan untuk memperbaiki pelayanan surat perizinan yang dilakukan Polri kepada masyarakat.
"PNBP [Penerimaan Negara Bukan Pajak] dalam hal ini adalah tarif yang ditarik oleh kementerian lembaga dan harus mencerminkan jasa yang diberikan. Jadi dia harus menggambarkan pemerintah yang lebih efisien, baik, terbuka dan kredibel," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (3/1/2017).
Kenaikan tarif PNBP ini, menurut Sri Mulyani, merupakan kewajaran karena terakhir kali tarif tersebut mengalami penyesuaian pada 2010 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini yang dinamis.
"Tarifnya sejak 2010 tidak pernah di-update. Ini sudah tujuh tahun. Jadi untuk tarif PNBP di kementerian lembaga memang harus disesuaikan, karena faktor inflasi maupun untuk jasa pelayanan yang lebih baik," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengatur beberapa hal terkait tarif baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor.
Peraturan tersebut di antaranya penambahan atau kenaikan tarif untuk pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.
Untuk kendaraan roda dua dari Rp50.000 menjadi Rp100.000 sementara untuk roda empat dari Rp75.000 menjadi Rp200.000 dan kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi).
Besaran tarifnya dari Rp80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp225.000 dan kendaraan roda empat dari Rp100.000 menjadi Rp375.000, kemudian semua tarif baru tersebut mulai diberlakukan pada 6 Januari 2017.
Kenaikan Biaya STNK Harus Dibarengi Reformasi Pelayanan
Terkait adanya kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai bahwa kebijakan tersebut tidak tepat.
“Kenaikan tersebut kurang relevan tanpa proses reformasi di sisi pelayanannya. Sampai detik ini proses pelayanan penerbitan STNK dan BPKB dinilai masih sering dikeluhkan publik, karena waktunya yang lama. Bahkan alasan stok blankonya masih kosong sekalipun. Kenaikan itu harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan saat proses pengesahan dan penerbitan STNK dan BPKB tersebut,” Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Tulus juga berharap, kenaikan itu juga paralel dengan reformasi pelayanan angkutan umum di seluruh Indonesia."Ini dengan asumsi jika kenaikan itu sebagai bentuk pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong migrasi ke angkutan umum," katanya.
Sementara itu, alasan inflasi untuk menaikkan tarif, sebagaimana alasan Menteri Keuangan, menurutnya kurang tepat. Sebabnya, STNK dan BPKB adalah bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.
Menurutnya, alasan inflasi akan tepat jika produk tersebut adalah produk ekonomi komersial yang berbasis cost production dan benefit, atau setidaknya produk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari