tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kembali menyinggung penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang tidak tepat sasaran. Dia bahkan kecewa anggaran subsidi Solar masih banyak dinikmati oleh orang kaya.
"Solar dalam hal ini dari Rp143 triliun itu sebanyak 89 persen atau Rp127 triliunnya yang menikmati adalah dunia usaha dan orang kaya," kata Sri Mulyani di DPR/MPR, dikutip Jumat (26/8/20022).
Sri Mulyani menjelaskan, anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp502,4 triliun. Alokasi untuk Solar sebesar Rp143 triliun dan Pertalite sebesar Rp93 triliun.
Namun sayangnya, hanya sedikit dari anggaran subsidi dan kompensasi BBM yang dinikmati oleh orang miskin. "Dari total Pertalite yang kita subsidi itu Rp83 triliunnya dinikmati 30 persen terkaya," katanya.
Bendahara Negara itu mengatakan, jika barang yang disubsidi pada akhirnya dikonsumsi oleh orang kaya, maka negara malah memberikan subsidi kepada mereka yang tidak berhak, alias tidak tepat sasaran.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membuat kebijakan yang mendorong konsumsi Pertalite dan Solar bisa tepat sasaran. Terlebih, anggaran subsidi dan kompensasi energi bisa bertambah Rp198 triliun jika tidak ada kebijakan pengendalian dari pemerintah.
"Memang orang-orang yang tidak mampu dan miskin tetap juga menikmati barang itu namun porsinya kecil. Ini yang perlu untuk kita pikirkan nambah ratusan triliun, berarti kita menambah (subsidi) yang sudah mampu makin banyak lagi," tutup Sri Mulyani.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengungkap bahwa 60 persen Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi masih dinikmati oleh kelompok orang kaya. Sementara hanya 40 persen masyarakat rentan dan miskin bisa mengonsumsi subsidi energi tersebut.
"60 persen masyarakat mampu atau yang masuk dalam golongan kaya ini mengonsumsi hampir 80 persen dari total konsumsi BBM bersubsidi," kata Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga saat Press Conference di Graha Pertamina Jakarta, ditulis Jumat (1/7/2022).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang