tirto.id - Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan memperketat batas maksimal pembelian bahan bakar minyak (BBM) solar subsidi untuk kendaraan roda empat ke atas.
Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, menyatakan bahwa BPH Migas segera menerbitkan aturan pengetatan batas volume BBM Solar bersubsidi pada 2025. Rencana tersebut merupakan upaya agar penyaluran BBM solar bersubsidi lebih tepat sasaran.
“Kami akan menerbitkan pengaturan untuk pengetatan batas maksimal volume penyaluran BBM, ini agar lebih tepat sasaran,” ujar Erika dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Erika menilai, batas maksimal volume penyaluran solar per hari terlalu banyak atau melebihi kapasitas tangki dari masing-masing kendaraan. Hal tersebut, kata Erika, rentan nengalami terjadi penyalahgunaan penyaluran BBM solar bersubsidi.
“Kalau sekarang ini adalah 60 liter [per hari] untuk kendaraan roda empat, kemudian 80 liter kendaraan roda 6, dan 200 liter itu untuk di kendaraan di atas roda 6. Kami menilai bahwa itu terlalu banyak karena itu melebihi kapasitas tangkinya,” jelas Erika.
Selain itu, Erika juga membeberkan bahwa BPH Migas juga ingin meningkatkan pengawasan di titik-titik lain selain SPBU agar pihaknya bisa lebih mudah memantau Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE), serta melakukan pengawasan secara hybrid.
“Kemudian untuk pemanfaatan teknologi informasi, kami akan meminta untuk meningkatkan akses terhadap CCTV di SPBU secara real time,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam rangka penguatan kegiatan pengawasan di tahun 2025, BPH Migas tengah menyusun strategi untuk perkuat regulasi penghitungan volume jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT) dan jenis bahan bakar minyak khusus penugasan (JBKP) berdasarkan volume yang keluar dari nozzle SPBU atau pipa injeksi.
“Di tahun 2025 ini direncanakan bahwa perhitungan untuk volume JBT dan JBKP nantinya adalah berdasarkan volume yang keluar di ujung nozzle,” katanya.
“Ini kami sedang siapkan pedoman teknisnya, tinggal menunggu nanti PMK-nya (Peraturan Menteri Keuangan) diterbitkan dari Kementerian Keuangan, kami akan menetapkan pedoman teknis untuk perhitungannya,” jelas Erika.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher