Menuju konten utama
Al-Ilmu Nuurun

Sosok Muslim di Balik Kelahiran YouTube

YouTube yang dikenal saat ini lahir dari tiga anak muda inovatif. Salah satunya Jawed Karim, sosok muslim yang menjadi cofounder YouTube. Namanya memang tak seterkenal Chad Hurley dan Steve Chen, dua pendiri YouTube lainnya.

Ilustrasi Jawed Karim. FOTO/Istimewa

tirto.id - Dua puluh tahun lalu, anak-anak apabila ditanya tentang apa cita-cita yang hendak ia capai ketika telah dewasa, barangkali jawabannya berkisar jadi insinyur atau dokter. Hari ini, jika pertanyaan itu kembali dilempar kepada anak-anak yang sudah terpapar teknologi dan internet, barangkali mereka akan menjawab akan menjadi seorang YouTuber, seperti Pewdiepie atau Raditya Dika.

Perumpamaan ini menggambarkan bagaimana teknologi telah mengubah kerangka berpikir sebuah generasi dalam masyarakat modern. YouTube sebagai salah satu situsweb tak terpisahkan dari hasil kebudayaan massa kini yang punya kemampuan untuk membentuk opini dan menjadi mesin uang bagi seseorang.

YouTube telah menjadi fenomena penggunanya dan menghasilkan kekayaan dari situsweb yang memiliki moto awal “Broadcast Yourself”. Pada mulanya tiga pendiri YouTube yaitu Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim, pesimistis situs yang mereka buat awal 2005 lalu akan menjadi besar seperti sekarang.

Saat itu, YouTube sebagai situs independen mereka promosikan lewat email dan berharap teman-teman dekat akan menggunakan lantas menyebarluaskan situs mereka. Akhirnya, kesuksesan itu datang saat Google membeli situs ini dengan nilai $1,65 miliar atau sekitar Rp23,76 triliun.

Kisah tentang kesuksesan Chad Hurley dan Steve Chen sebagai dua orang pendiri YouTube banyak diingat serta diceritakan orang. Namun, kisah hidup Jawed Karim, sosok muslim dan sebagai orang ketiga pendiri situs tayangan video ini seakan terlupakan karena lebih banyak di balik layar.

Ketiganya adalah teman yang bertemu untuk kemudian memiliki visi yang sama membangun sebuah situs baru. Konsep awal start up ini sangat sederhana, ingin menyediakan jasa layanan unggah video untuk dibagikan secara digital dan bisa berfungsi untuk berbagi pengalaman dan ilmu.

Jawed Karim memang berbeda dengan Chad Hurley dan Steve Chen yang belakangan memang dikenal sebagai sosok-sosok deretan start up yang sukses. Jawed lahir di Merseburg, Jerman Timur pada 1 Januari 1979. Ia bersama keluarganya yang berdarah Bangladesh berimigrasi ke Amerika Serikat pada 1922. Jawed memang dikenal kurang menyukai spotlight, ia lebih fokus pada kerja-kerja teknis koding dan komputerisasi sehingga ia jarang tampil di publik.

Bagaimana ceritanya sehingga ia bisa menjadi salah satu pendiri YouTube?

Ayah Jawed, Naimul Karim bekerja sebagai peneliti di 3M sementara ibunya Christine Karim adalah seorang ilmuan dalam bidang kimia biologis dari Universitas Minnesota. Jawed muda memulai sekolah di Central High School di Saint Paul Minnesota lantas belajar Computer Science di University of Illinois. Di Illinois Jawed tidak menyelesaikan kuliahnya karena ingin fokus bekerja dengan Paypal. Di perusahaan inilah ia kemudian berjumpa dengan Chad Hurley dan Steve Chen. Mereka lantas mendirikan YouTube dan mengunggah video pertamanya berjudul “Me at the zoo” pada 23 April 2005.

Jawed menyebut bahwa ia terinspirasi dari sebuah artikel di Wired Magazine yang ditulis oleh Clive Thompson. Ada sekitar 800 ribu orang yang menonton tayangan televisi AS yang dibawakan oleh komedian Jon Stewart. Lalu muncul ide bagaimana tayangan itu bisa dilakukan siapa saja dan di mana saja. Orang punya kecenderungan untuk ingin segera berbagi momen, seperti insiden baju sobek di Super Bowl Amerika yang ditonton dan diperbincangkan jutaan orang.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/06/21/jawed-karim--al-ilmu--fuad.jpg" width="860" alt="Infografik Jawed Karim Al ilmu" /

Jawed menyebut membangun YouTube dari nol tentu tidak mudah. Pada 2005 sharing culture terutama video masih belum sebesar hari ini sekalipun di AS. Sebagai ilustrasi, siapa sih yang mau menonton orang jalan-jalan di kebun binatang saat melihat gajah? Siapa yang mau membagi ruang privatnya untuk ditonton banyak orang?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini yang membuat Jawed Karim, Steve Chen, dan Chad Hurley pusing untuk mempromosikan produk mereka. Saat promosi YouTube, Jawed pernah menawarkan hadiah 100 dolar untuk perempuan yang berpenampilan menarik untuk mengunggah video mereka di YouTube. Saat itu, tak ada satupun yang membalas.

Perkara promosi dan pengenalan produk merupakan salah satu yang paling rumit dalam start up. Jawed ingat bagaimana dulu menawarkan penulis media Wired untuk mengulas situs mereka tapi tak ada jawaban. Namun, hari ini nyaris susah mencari artikel di Wired yang tak menyebut nama YouTube. Baru pada Juni 2005 saat YouTube memperkenalkan fitur related video, email tentang video-video rekomendasi, interaksi dengan media sosial lain serta kolom komen, YouTube akhirnya meraih gerbang popularitas.

Setelah mendirikan YouTube, Jawed lantas melanjutkan kuliahnya ke Stanford University. Ia tidak memiliki banyak saham meski masih bertanggung jawab sebagai penasihat YouTube. Saat Google membeli YouTube pada 2006 dengan nilai $1,65 miliar, Jawed memperoleh $64 juta. Jawed juga pernah bekerja paruh waktu di The National Center for Supercomputing Applications, lembaga yang fokus pada pengembangan kualitas teknologi komputer di AS.

Kerja lain Jawed adalah membangun sistem keamanan yang dibangun Paypal. Seperti sistem antipenipuan yang dimiliki PayPal merupakan sistem yang dikembangkan oleh Jawed. Jawed juga mendirikan lembaga Youniversity Ventures untuk membantu anak muda yang gagal kuliah atau sedang kuliah mewujudkan start up mereka.

YouTube yang Mengubah Peradaban

Daus Gonia, cofounder dari Dengansenanghati sebuah perusahaan yang fokus pada industri kreatif dan pemanfaatan teknologi informasi di Bandung, menjelaskan YouTube punya potensi yang luas bagi peradaban modern. Ia menyebut kebebasan berekspresi dan dokumentasi tentang peradaban adalah salah satu sumbangan penting YouTube.

“Dengan adanya YouTube, semua individu bisa bebas menyatakan pendapatnya atau bahkan karyanya, YouTube bisa jadi ajang sharing informasi dan ekspresi diri,” katanya.

Pandangan Daus ini selaras dengan pernyataan Jawed saat ia memberikan ceramah di University of Illinois, Urbana-Champaign, Amerika Serikat. Ia menjelaskan bahwa kehadiran YouTube merupakan respons dari ide tentang clip culture, dengan adanya teknologi kamera perekam, orang bisa dengan mudah menyebarkan dan membagikan video.

Daus mengatakan saat ini YouTube sangat penting untuk berbagai alasan. Selain sebagai hiburan, YouTube banyak dimanfaatkan sebagai sarana belajar dan berbagi ilmu pengetahuan.

”Di YouTube saya bisa tahu dari mulai bagaimana cara membuat roket sampai cara memasak mi instan. Dan hal itu menjadi salah satu dasar-dasar inspirasi saya dalam bekerja dan berkarya,” katanya.

YouTube juga dikenal sebagai salah satu forum untuk ruang komunikasi publik, ini yang membuat Jawed sangat marah saat Google mewajibkan pengguna YouTube untuk memiliki akun Google+.

Sebelum era YouTube akses informasi masih terbatas pada teks dan gambar, untuk membuka video jelas memakan banyak kuota dan kadang terkendala jaringan. Daus menyebut masyarakat di Indonesia hanya bisa menikmati layanan video dari televisi saja.

“Kita nggak punya kontrol atas informasi apa yang ingin kita peroleh, dengan adanya YouTube kita bisa kontrol informasi apa yang kita mau. Dan sebelum ada YouTube, informasi yang beredar di internet hanya berupa teks dan gambar, kebenarannya sendiri bisa diragukan. Dengan video mungkin informasi yang didapat tidak terpotong dan menyeluruh,” jelas Daus.

Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti, dan pemikir Islam di pelbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang, dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".

Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Humaniora
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Suhendra