tirto.id - Menteri Agama Lukman Hakim menegaskan, Kementerian Agama (Kemenag) tidak akan mengambil sikap usai putusan bos First Travel (FT) Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan, Rabu (30/5/2018). Mereka akan melihat proses hukum berjalan karena para bos FT mengajukan banding.
"Kita belum tahu karena itu kan masih proses hukum karena yang bersangkutan kan naik banding kalau gak salah. Jadi proses itu belum inkrah tentu. Jadi kita ikuti saja proses hukumnya," kata Lukman di Kemenlu, Jakarta, Jumat (1/6/2018).
Lukman pun enggan menanggapi isi putusan yang menyatakan aset FT dirampas untuk negara. Politikus PPP ini beralasan, putusan belum berkekuatan hukum tetap, sehingga perlu menunggu hingga perkara selesai. Kemenag pun tidak akan memproses niatan calon jemaah FT untuk berangkat umrah selama proses hukum masih berjalan.
"Ya kita lihat putusan hukumnya karena segala sesuatu itu kan kita sebagai negara hukum harus mengikuti apa putusan hukum. Gitu ya," tegas Lukman singkat.
Majelis hakim memvonis bos First Travel Andika Surrachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan hukuman 20 tahun penjara dan 18 tahun Penjara. Hakim menilai dua bos petinggi travel bermasalah itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena menipu calon jemaah umrah.
Vonis hakim jauh sedikit berbeda dengan tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Andika dan istrinya, Anniesa Hasibuan dengan hukuman 20 tahun penjara dan Rp 10 miliar subsider 1 tahun 6 bulan.
Namun, dalam pembacaan vonis, hakim menimbang untuk tidak memberikan langsung aset kepada korban. Hakim justru mengeluarkan pertimbangan untuk menyerahkan aset kepada negara untuk Barang bukti nomor 1-529, yang merupakan aset Andika dan Anniessa seperti rumah, mobil, hingga tas berharga, tidak dikembalikan kepada jemaah.
Hakim beralasan, penyerahan aset kepada negara demi mencegah ketidakadilan dalam eksekusi aset. “Maka untuk mencegah terjadinya ketidakpastian hukum, barang bukti poin 1-529 dirampas untuk negara,” kata hakim Teguh saat membacakan pertimbangan putusan, Rabu (30/5/2018).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yandri Daniel Damaledo