tirto.id - Peneliti Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai program Polisi RW secara konsep cukup baik. Akan tetapi jangan sampai program ini menjadi alat politis seperti pendekatan Orwellian.
“Meski secara konsep seolah baik untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat, secara teori kekuasaan, program ini juga berpotensi menjadi alat politik seperti dalam pendekatan Orwellian, yakni polisi menjadi alat kontrol dan memata-matai semua aktivitas masyarakat,” ucap Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat, (19/5/2023).
“Apalagi ini sudah menjelang pemilu, kasus-kasus pengerahan aparat negara dalam pemenangan salah satu kandidat dalam Pemilu sudah sering terjadi seharusnya tak terulang lagi,” sambungnya.
Bambang menjelaskan wacana pengembangan program polisi RW secara nasional yang dikampanyekan oleh Kabaharkam Komjen Fadil Imran menunjukkan kegagalan program community of policing atau pemolisian masyarakat.
Progam community of policing merupakan pembangunan partisipasi masyarakat di bidang keamanan dalam sistem keamanan rakyat semesta.
"Pembangunan partisipasi keamanan masyarakat dengan ujung tombaknya adalah Bhabinkamtibmas belum juga berhasil, malah direduksi dengan program Polisi RW," kata Bambang
Dia menyebutkan partisipasi masyarakat di bidang keamanan bisa dilihat dari peran aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertibannya sendiri. Keberhasilan partisipasi masyarakat, lanjutnya, ditunjukkan dengan semakin mengecilnya kerterlibatan polisi dalam kamtibmas, bukan sebaliknya.
"(polisi) malah masuk ikut lebih dalam semua problem masyarakat, seperti masuk dalam grup-grup WhatsApp warga," katanya.
Secara teknis, sejauh ini keberadaan Bhabinkamtibmas masih menjangkau 46,4 persen desa/kelurahan; saat ini ada 8.506 kelurahan; 74.961 desa di seluruh Indonesia. Sementara jumlah Bhabinkamtibmas 38.593 personel.
"Bila mengacu kebutuhan personel, dengan pengembangan program Polisi RW secara nasional artinya akan ada peningkatan minimal 10 kali lipat jumlah personel kepolisian setingkat Bhabinkamtibmas," terang Bambang.
Sementara itu, jumlah personil polisi mencapai 412.818 orang, dan 21.624 di antaranya bertugas di Mabes Polri.
Bambang bilang, sesuai pernyataan Kapolri, akan menempatkan personel dari semua satuan untuk menjadi Polisi RW. Akan tetapi tak ada penambahan personel polisi, melainkan beban kerja dan tugas baru. Padahal para personel sudah punya beban berat di satuan masing-masing.
Penambahan beban tugas, lanjut Bambang, harus juga diiringi dengan peningkatan kesejahteraan yang berarti ada penambahan anggaran.
"Maka wacana pengembangan Polisi RW tersebut secara teknis sekedar bombastis dan tidak realistis," kata Bambang.
Kabaharkam Polri Komjen Pol Fadil Imran menyebut Polisi RW hadir sebagai wujud praktik pemolisian modern yang bermuara dari hulu yaitu pencegahan kejahatan melalui pendekatan nyata dengan masyarakat.
Polisi RW adalah semua anggota kepolisian yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal, bukan hanya Bhabinkamtibmas. Mereka akan menjalankan fungsi Polisi RW di tempat mereka tinggal saat ini.
Bila ada anggota yang sedang tugas di lain kota, maka ia akan menjadi Polisi RW di tempat tinggal ia bertugas atau berdinas. Para Polisi RW diharapkan minimal sepekan sekali, dapat berkomunikasi, menjalin silaturahmi, menjadi kawan, jembatan, komunikator, fasilitator serta tempat curhat bagi warga di sekitar tempat tinggalnya, untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan dan ketidaktertiban dalam masyarakat.
"Sesuai arahan Kapolri, yang menekankan bahwa polisi harus dekat dengan masyarakat dan bersifat humanis. Maka ketika saya diamanahkan memimpin Jakarta, saya berupaya menjalankan perintah tersebut melalui beberapa program yaitu Kampung Tangguh Jaya, Vaksinasi Merdeka, street race, ADA Polisi, hingga malam pelayanan," kata Fadil dikutip Antara
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat