Menuju konten utama

Soal MCA, Mahfud MD: Itu Semua Politik, Jadi Harus Ditangkap

Mahfud menilai, pembuat dan penyebar berita bohong harus ditangkap meski mereka menyertakan embel-embel muslim.

Soal MCA, Mahfud MD: Itu Semua Politik, Jadi Harus Ditangkap
Pakar hukum Tata Negara Mahfud MD menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan bahwa setiap pembuat hoaks harus ditangkap karena perilakunya mengganggu ketentraman masyarakat.

"Kalau ada yang dengan sengaja membuat fitnah dan adu domba seperti banyak kiai dibunuh oleh orang gila sementara kenyataannya tidak, semua ditangkap saja," kata Mahfud, di Padang, sebagaimana dikutip Antara Kamis (1/3/2018) malam.

Meskipun, saat menyebarkan hoaks, pelaku memakai embel-embel muslim, tetap harus ditangkap, sebab menurut Mahfud, itu semua adalah politik. "Itu [pembuat hoaks] semuanya politik saya kira, jadi harus ditangkap," ujarnya lagi.

Mahfud, usai pidato kebangsaan dengan tema Revitalisasi Peran Agama, Budaya dan Negara Dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa, di GOR Himpunan Tjinta Teman sebagai bagian perayaan Cap Go Meh, menyatakan ada aturan yaitu UU ITE dalam KUHP untuk menghadapi pelaku hoaks.

Pada 27 Februari 2018, polisi menangkap 14 orang yang diduga terkait dengan jaringan penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Keempat belas orang itu terhubung dengan satu kelompok besar bernama Muslim Cyber Army.

Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

MCA terbagi menjadi tiga grup di Facebook, yakni The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team. Satu yang lain adalah The Family MCA di aplikasi WhatsApp.

Ke-14 pelaku ini dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE karena melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Para pelaku juga dikenakan tuduhan Pasal 55 KUHP soal melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana dan Pasal 14 No 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana akibat penyiaran berita atau pemberitahuan bohong.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra