tirto.id - Pemerintah Korea Selatan mengatakan pada Selasa (21/4/2020), tidak ada kegiatan mencurigakan yang terdeteksi di Korea Utara setelah muncul isu soal kondisi Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un usai menjalani operasi jantung.
Gedung Biru mengatakan tidak memiliki informasi tentang desas-desus kesehatan Kim. Spekulasi sering muncul tentang Pemimpin Korea Utara itu berdasarkan ketidakhadirannya di acara-acara penting negara.
Kim, yang berusia pertengahan 30-an, melewatkan perayaan almarhum kakek dan pendiri negara Kim Il Sung pada 15 April, hari libur paling penting di negara itu.
Pada penampilan publik terakhirnya 11 April, ia memimpin pertemuan biro politik Partai Buruh yang berkuasa membahas langkah-langkah pencegahan terhadap virus corona dan memilih saudara perempuannya sebagai anggota biro.
Media pemerintah melaporkan, Kim mengirim salam kepada Presiden Suriah Bashar Assad pekan lalu dan kepada seorang wanita Korea Utara yang berusia 100 tahun pada hari Senin.
"Kami tidak memiliki informasi untuk mengonfirmasi rumor tentang masalah kesehatan Ketua Kim Jong Un yang telah dilaporkan oleh beberapa media. Juga, tidak ada perkembangan tidak biasa yang terdeteksi di Korea Utara,” kata juru bicara Gedung Biru Kang Min-seok dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AP News.
Seorang pejabat AS mengatakan AS memiliki informasi bahwa Kim mungkin telah menjalani operasi dan bahwa komplikasi mungkin membuatnya "lumpuh atau lebih buruk."
Akan tetapi, pejabat itu menekankan bahwa AS tidak memiliki bukti apa pun untuk mengkonfirmasi operasi telah terjadi atau bahwa ada komplikasi yang terjadi.
"Kami hanya tidak tahu," kata pejabat itu, yang tidak berwenang membahas masalah itu di depan umum dan berbicara dengan syarat anonim.
Pejabat AS tidak menjelaskan dari mana informasi itu berasal atau kapan informasi itu diterima. Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri tidak memberikan komentar.
Menurut laporan CNN.com yang mengutip seorang pejabat AAS anonim yang mengatakan Kim dalam kondisi buruk setelah operasi.
Kemudian, seorang pejabat AS lainnya mengatakan, informasi tentang kesehatan Kim dapat dipercaya tetapi tingkat keparahannya sulit dinilai.
Daily NK, sebuah surat kabar online yang berfokus pada Korea Utara yang sering mengutip sumber tidak spesifik di Korea Utara, mengutip sumber-sumber anonim yang mengatakan Kim pulih dari operasi jantung di Pyongyang dan kondisinya membaik.
Seorang pejabat dari Badan Intelijen Nasional Seoul, yang tidak ingin disebutkan namanya, karena peraturan kantor, mengatakan ia tidak dapat mengkonfirmasi apakah Kim telah menjalani operasi.
Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan pemerintahnya sedang memantau situasi.
Gejolak politik di Korea Utara tidak akan mungkin terjadi bahkan jika Kim dikesampingkan karena masalah kesehatan, menurut analis Cheong Seong-Chang di Institut Sejong di Korea Selatan.
Cheong mengatakan saudara perempuan Kim, Kim Yo Jong, sudah menjalankan pengaruh yang signifikan di dalam pemerintah dan sebagian besar anggota kepemimpinan Pyongyang berbagi keuntungan dengan keluarga Kim dalam memelihara sistem Korea Utara.
Pemerintah dan media di luar memiliki catatan beragam tentang perkembangan informasi di antara elite penguasa Korea Utara, yang dipersulit oleh kontrol informasi yang ketat di Pyongyang tentang mereka.
Pada 2016, media Korea Selatan mengutip pejabat intelijen yang mengatakan Kim Jong Un meminta Ri Yong Gil, seorang mantan kepala militer Korea Utara, dieksekusi karena korupsi dan tuduhan lainnya.
Namun, media pemerintah Korea Utara beberapa bulan kemudian menunjukkan bahwa Ri masih hidup dan memiliki jabatan baru.
Absennya Kim dari media pemerintah sering memicu spekulasi atau rumor tentang kesehatannya. Pada tahun 2014, Kim menghilang dari mata publik selama hampir enam minggu sebelum muncul kembali dan menggunakan tongkat.
Agen mata-mata Korea Selatan mengatakan beberapa hari kemudian bahwa ia memiliki kista yang diangkat dari pergelangan kakinya.
Kim, yang diyakini berusia 36 tahun, mengambil alih kekuasaan atas kematian ayahnya pada Desember 2011 dan merupakan generasi ketiga dari keluarganya yang memerintah negara bersenjata nuklir itu.
Kim bertemu Presiden Donald Trump tiga kali pada tahun 2018 dan 2019 dan mengadakan pertemuan puncak dengan para pemimpin Asia lainnya saat ia mengejar diplomasi dengan harapan mengakhiri sanksi yang melumpuhkan dan mendapatkan jaminan keamanan.
Akan tetapi dia mempertahankan haknya untuk persenjataan nuklir dan sebagian besar diplomasi telah macet sejak itu.
Editor: Agung DH