tirto.id - Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi ditetapkan sebagai tersangka korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS. Supian diduga mendapat duit dan mobil mewah setelah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan terhadap tiga perusahaan.
Menanggapi hal tersebut, pegiat anti-korupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho melihat korupsi yang dilakukan Supian terjadi karena ada ceruk untuk meraup keuntungan dari kekayaan sumber daya alam di daerahnya.
Padahal, daerah dengan sumber daya alam yang kaya berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi masyarakatnya yang hidup miskin.
"Jadi mereka kaya sumber daya alam iya, tapi masyarakatnya masih miskin kecenderungan-kecenderungan itu yang terjadi bahwa elit- elit politik itu, itu menjadikan sumber daya alam itu sebagai alat untuk mengeruk kekayaan mereka," ujar Emerson saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2/2019).
Pada dasarnya, kata Emerson, kepala daerah yang memimpin di wilayah kaya sumber daya alam tidak mencuri Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maupun alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun, kepala daerah ini akan bermain dalam bidang perizinan seperti perizinan tambang maupun izin pembukaan lahan.
"Mereka enggak korupsi di situ [APBD dan APBN], yang mereka korupsi rata-rata main di sektor perizinan," jelasnya.
Kata Emerson, sektor perizinan memang tidak akan menyentuh secara langsung pada kondisi ekonomi masyarakat di daerahnya. Korupsi macam ini hanya mengena pada negara yang akan mengalami kerugian baik materi maupun kerugian sisi lingkungan.
"Tidak mengurangi jatah negara tapi punya potensi kerugian negara yang tidak langsung termasuk kerugian ekologisnya," ucapnya.
Emerson menduga, kasus-kasus seperti ini tak hanya akan menyeret kepala daerah saja, tetapi juga ada aktor-aktor lain termasuk korporasi-korporasi yang menikmati tindakan korupsi seperti ini.
"Mereka-mereka korporasi atau perusahaan yang diuntungkan di balik izin ini sebaiknya harus diproses oleh KPK," pungkasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto