tirto.id - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku baru mengetahui adanya kabar yang menyebutkan dirinya mendapat tawaran jabatan Menteri Sosial (Mensos) dari Presiden Joko Widodo. Ia pun kaget dan berdalih sama sekali belum ada tawaran dari Presiden Jokowi.
Bila memang ada tawaran menjadi menteri, Risma memilih menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Nanti kita lihat, saya ikut bu Mega saja," kata Wali Kota Risma saat ditemui wartawan di rumah dinasnya Jalan Sedap Malam, Surabaya, Senin (14/12/2020) dilansir dari Antara.
Risma mengaku saat ini ia masih fokus menjalankan tugasnya sebagai Wali Kota sambil memantau tahapan Pilkada Kota Surabaya yang masih belum selesai.
Terkait tawaran jabatan untuk menggantikan Juliari P Batubara, Risma memilih untuk melakukan salat Istikharah dulu untuk memohon petunjuk Tuhan.
"Nanti dilihat dulu, istikharah bisa apa tidak?. Nanti iya iya, tapi ternyata tidak bisa gimana," ujarnya.
Mengenai kapasitas yang dimiliki Risma sebagai wali kota berprestasi dinilai cukup mampu mengisi jabatan Mensos, Risma mengatakan tidak boleh sombong dan takabur.
"Yang bisa mengukur saya, ya, saya sendiri bukan orang lain," katanya.
Kabar Risma akan menggantikan Juliari Batubara diembuskan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Surabaya Yusuf Lakaseng. Ia mengklaim memperoleh kabar bahwa Risma mendapat tawaran menjadi Mensos menggantikan Juliari P Batubara yang tersangkut kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) COVID-19.
"Saya dapat kabar, jika nantinya Ibu Risma ditunjuk Presiden Joko Widodo, menjadi Mensos di Kabinet Indonesia Maju," katanya.
Yusuf semakin yakin jika kinerja Wali Kota Risma cukup bagus. Terlebih lagi, kata dia, Risma sudah mengubah wajah Surabaya, bahkan sudah dunia.
"Di Surabaya, wali kota bisa langsung meloncat ke menteri, tanpa harus menjadi Gubernur Jawa Timur terlebih dahulu. Ini menunjukkan, kalau Surabaya itu kota mendunia," katanya.
Risma dan Juliari diketahui memang berasal dari partai politik yang sama, yaitu PDI Perjuangan. Keduanya pula masuk dalam kepengurusan PDIP saat ini. Risma menjabat sebagai Ketua DPP Bidang Kebudayaan, sementara Juliari menjabat Wakil Bendahara Umum. Mereka juga satu partai dengan Presiden Jokowi.
Juliari diduga menerima fee Rp10 ribu untuk satu paket bansos seharga Rp300 ribu. Politikus PDIP itu diduga menerima duit senilai Rp17 miliar. Perkara ini dimulai ketika Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos COVID-19. Rekanan dalam program ini ditunjuk langsung. Pengadaannya sendiri nilainya tak main-main, sekitar Rp5,9 triliun, dengan total kontrak sebanyak 272 dan dilaksanakan dua periode.
Hingga kini DPP PDIP belum memecat Juliari yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, biasanya DPP PDIP langsung memecat kadernya yang terkena OTT KPK dan sudah berstatus sebagai tersangka.