tirto.id - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyesali putusan hukuman mati bagi terdakwa kasus kekerasan seksual Herry Wirawan oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Hukuman tersebut dinilai tidak akan memberikan keuntungan bagi korban.
“Fokus utama kita seharusnya diberikan kepada korban, bukan kepada pelaku. Hal ini seharusnya menjadi perhatian aparat penegak hukum dan juga hakim di dalam kasus-kasus kekerasan seksual," ujar peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangan tertulis dikutip Selasa (5/4/2022).
ICJR menilai hukuman mati tidak terbukti secara ilmiah memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual. Persoalan kekerasan seksual meninggalkan lubang besar yakni keadilan bagi korban.
ICJR juga mengingatkan bahwa kekerasan seksual bisa dilakukan oleh orang terdekat korban. Pemberian hukuman mati terhadap pelaku akan membuat korban akan berpikir ulang untuk melapor ke penegak hukum.
“Angka pembunuhan terhadap korban juga dapat meningkat, karena untuk membungkam korban, pembunuhan justru akan menjadi opsi logis yang akan diambil pelaku," ujar Maidina.
ICJR menilai hakim juga belum maksimal memberikan restitusi kepada korban. Dengan putusan hukuman mati, maka kewajiban pelaku membayar uang ganti rugi kepada korban bisa gugur. Hakim terkendala Pasal 67 KUHP.
“Untuk mengatasi kekacauan ini, seharusnya hukuman mati tidak boleh dijatuhkan di dalam kasus apa pun, khususnya kekerasan seksual di mana korban membutuhkan restitusi untuk mendukung proses pemulihannya," ujarnya.
Hakim Pengadilan Tinggi Bandung menerima banding jaksa dalam kasus Herry Wirawan. Hakim berkeyakinan Herry patut diberikan hukuman mati sesuai tuntutan jaksa. Herry berbuat keji dengan memerkosa 13 santrinya.
PT Bandung juga mengubah tanggung jawab kewajiban pembayaran restitusi untuk korban kepada pelaku. Sebelumnya PN Bandung memberikan kewajiban tersebut kepada pemerintah.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz