Menuju konten utama

Soal Banjir, Kubu Ahok dan Kubu Anies Sama-sama Jayus

Saat banjir menimpa berbagai wilayah di Jakarta dan memakan korban, olok-olok antar-pendukung cagub tak juga surut.

Soal Banjir, Kubu Ahok dan Kubu Anies Sama-sama Jayus
Warga menggunakan perahu untuk menuju rumahnya yang terendam banjir di Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makassar, Jakarta, Senin (20/2). Banjir yang terjadi di kawasan tersebut akibat luapan dari Kali Sunter. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/kye/17.

tirto.id - Ruth DeWitt Bukater turun dari mobil, tangannya dituntun Caledon Hockley, tunangan anaknya, Rose WeWitt Bukater. Ruth menengadah, memandang takjub Titanic. "Jadi ini kapal yang orang bilang mustahil tenggelam," katanya.

"Ia mustahil tenggelam. Tuhan sendiri bahkan tak bisa menenggelamkan kapal ini," kata Caledon, begitu yakin dan meyakinkan.

Tokoh Caledon dan Ruth dan Rose dalam film garapan James Cameron (1997) tentu saja fiktif, tapi keyakinan bahwa Titanic mustahil tenggelam itu benar-benar ada karena sesumbar orang-orang Titanic sendiri dan media-media cetak saat itu mengutip dan membesar-besarkannya. Mereka bilang Titanic "praktis tak mungkin tenggelam" dan salah satu pegawainya pada 31 Mei 1911 berkata, "Tidak juga Tuhan bisa menenggelamkan kapal ini."

Yang kemudian terjadi, pada April 1912, Titanic tenggelam di Samudra Atlantik Utara setelah menabrak gunung es.

Bagi para pemeluk agama yang teguh, peristiwa tenggelamnya kapal Titanic adalah bukti kebesaran Tuhan. Tak peduli dari 2.224 penumpang yang selamat hanya 710 atau sekitar 32 persen. Di internet, meski peristiwanya terjadi lebih dari seratus tahun yang lalu, bertebaran meme tentang Tuhan yang tak menyukai orang-orang sombong.

Kepercayaan berlebihan akan kemampuan manusia, yang dekat dengan keangkuhan, dari masa ke masa memang merupakan bahan dasar yang empuk untuk olok-olok.

Seabad lebih lima tahun setelah Titanic karam di lautan, 21 Februari 2017, sebanyak 54 titik di Jakarta kena banjir dan ribuan rumah tenggelam. Beberapa pekan sebelumnya, pendukung Ahok-Djarot, salah satu pasangan calon dalam pilihan gubernur, menyebarkan meme secara sistematis dan masif tentang keberhasilan Ahok-Djarot menanggulangi banjir.

Mereka membusungkan dada, lebih-lebih sehari sebelum pencoblosan, pada 14 Februari, betapa hebatnya junjungan mereka menyetop banjir di ibu kota Indonesia, betapa luar biasanya pekerjaan yang telah dilakukan cagub-cawagub pilihan mereka: di tahun-tahun sebelumnya Jakarta sudah digenangi banjir pada bulan Januari karena curah hujan yang tinggi, tapi kali ini setelah didera deras hujan berhari-hari Jakarta masih kering dan baik-baik saja. Bahkan ada yang sampai berani berkata disiram hujan tujuh hari tujuh malam pun Jakarta tak akan banjir.

Sebagaimana retorika politik yang terlalu sloganistik, dan keangkuhan yang melampaui kadar yang bisa ditoleransi, meme-meme itu kini tak lebih dari omong kosong dan jatuh menjadi lelucon tak lucu. Sudah begitu, mereka tambah lagi dengan lelucon-lelucon baru yang tak kalah jayusnya.

Infografik Derita banjir jakarta

Teman Ahok, organisasi relawan pendukung Ahok yang pernah melakukan pekerjaan ambisius mengumpulkan sejuta KTP dukungan, di akun Twitter mereka menulis: "Kalau peduli banjir cuma sekadar bikin-bikin posko menyalurkan bantuan, itu cetek banget, Sob. Support mereka yang berjuang bikin banjir surut."

Di hari yang penuh banjir ini, apa yang ada di kepala relawan Teman Ahok hingga bisa menyepelekan atau merendahkan pekerjaan mereka yang segera mengulurkan tangan kepada korban? Tentu saja agitasi politik dari kanan dan kiri bikin gerah, dan ikhtiar untuk memoncerkan Ahok harus terus mereka galakkan, tapi apakah itu harus sampai menihilkan simpati kepada mereka yang menjadi korban?

Sebelumnya, pada 16 Februari, ketika beberapa lokasi di Jakarta seperti Pejaten Timur dan Bukit Duri mulai banjir, Anies-Sandi, pasangan calon yang menantang Ahok-Djarot di putaran kedua pilgub nanti, melempar candaan yang lucu di mata pengikut mereka.

"Kirain sudah bebas banjir," kata Anies kepada wartawan di kantor DPP Gerindra. Pendukungnya menyambut perkataan Anies itu dengan gelak tawa.

"Genangan." Sandi menimpali.

"Oh, genangan," kata Anies.

Demikianlah, banjir Jakarta sejauh ini tak lebih dari ajang sesumbar, saling serang, dan kompetisi menertawakan lawan. Sebagaimana omong besar awak Titanic dan kelakar para pemeluk agama, semuanya sama sekali tak lucu di mata para korban—apalagi jika sampai memakan korban jiwa.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Politik
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Maulida Sri Handayani