Menuju konten utama
Pilkada Jakarta 2024

Slogan Jakarta Menyala ala Pramono-Rano Jangan Cuma Jadi Gimik

Slogan Jakarta Menyala yang digaungkan Pramono Anung-Rano Karno harus bisa dibuktikan dengan program-program bila terpilih di Pilkada Jakarta 2024.

Slogan Jakarta Menyala ala Pramono-Rano Jangan Cuma Jadi Gimik
Pasangan bakal calon Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung (kiri) dan bakal calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno (kanan) berfoto bersama mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kedua kiri) di samping alat musik trombone koleksi di Museum MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (3/9/2024). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/Spt.

tirto.id - Bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno alias Bang Doel, mengusung slogan ‘Jakarta Menyala’ di Pilkada Jakarta 2024. Slogan tersebut dipilih oleh pasangan diusung dari PDIP dan Hanura karena dinilai tidak ribet dan memiliki turunan cukup luas, termasuk sebagai bentuk strategi menggaet pemilih muda alias Gen Z.

“Kami akan tetap mengusung tagline yang telah kami tetapkan, yaitu 'Jakarta Menyala'. Tagline ini memiliki berbagai turunan dan akan didukung oleh banyak relawan gen Z yang sudah memiliki identitas kuat di kelompok ini," ujar Pramono di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024).

Slogan itu dianggap sudah sesuai dengan kondisi Jakarta yang identik dengan keberagaman. Slogan ‘Jakarta Menyala’ diharapkan mampu memberikan semangat baru untuk Jakarta. Ini sekaligus bertujuan untuk mengingatkan pentingnya memberikan rasa bahagia bagi masyarakat Jakarta.

“Jadi itulah yang menjadi tagline, yang menjadi soundbite dan framing kami di Pilkada ini,” ujar Pramono.

Upaya Branding Politik Pramono-Rano

Dalam sudut pandang marketing politik, slogan seperti ‘Jakarta Menyala’ yang digunakan oleh Pramono-Rano bisa dilihat sebagai salah satu bentuk strategi branding politik.

Ini menurut Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, sama halnya seperti dalam pemasaran komersial atau dalam marketing politik. Tujuan utama slogan atau tagline adalah membangun identitas, diferensiasi, dan emosionalitas dengan target pemilih, terutama ketika mencoba menarik perhatian kelompok tertentu seperti anak muda.

“Pemilihan tagline tersebut memiliki keterhubungan dengan kata yang sering digunakan oleh anak muda di sosial media, sehingga harapannya menumbuhkan kedekatan emosionalitas dengan anak muda dan sebagai tools branding dari paslon Pramono-Rano,” ujar Annisa Alfath, kepada Tirto, Selasa (10/9/2024).

Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono, menilai adanya tagline dalam kontestasi pilkada memang menjadi hal perlu dilakukan untuk para kandidat bakal calon.

Karena slogan itu sebenarnya ingin menggambarkan tujuan dan cita-cita dari kandidat tersebut untuk membawa ke mana arah Jakarta ke depan.

“Tapi penting tagline itu juga dikemas dengan bahasa cukup populer. ‘Jakarta Menyala’ itu kan ‘menyala’ jadi kata sering digunakan dalam dunia jagat media sosial kita. Dengan kepopuleran kata ‘menyala’ akhirnya itu digunakan oleh kandidat bakal calon dari PDIP,” ujar Arfianto kepada Tirto, Selasa (10/9/2024).

Pramono Anung dan Rano Karno di CFD Bunderan HI

Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Rano Karno saat menyapa warga di acara CFD Bunderan HI, Jakarta, Minggu (8/9/2024). tirto.id/Dwi Aditya Putra

Menurut Arfianto, slogan ini justru bagian dari proses kampanye dan mencoba menarik perhatian anak muda. Karena kata ‘menyala’ itu sering digunakan oleh anak-anak muda dan sudah populer di telinga mereka.

Dengan slogan tersebut, kata Arfianto, diharapan pesan kampanye disampaikan oleh Pramono-Rano Karno bisa tersampaikan ke kelompok pemilih terutama anak muda ini. Karena pertama memang tidak terlalu rumit dan mereka Gen Z sangat familiar dengan kata tersebut.

“Ini bukan gimik tapi ini strategi kampanye yang dilakukan oleh Pramono-Rano Karno untuk bagaimana mendekatkan kepada pemilih muda dengan bahasa kata kata yang familiar di mereka saat ini,” ujar Arfianto.

Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, justru mengatakan, semua gestur kampanye dapat disebut sebagai gimik pemenangan. Termasuk slogan-slogan yang coba dihadirkan oleh bakal calon.

“[Jadi] semua gestur dapat disebut sebagai gimmick pemenangan,” ujar Musfi kepada Tirto, Selasa (10/9/2024).

Jika dianalisis, kata Musfi, slogan ‘Jakarta Menyala’ sebenarnya diambil dari kalimat 'menyala abangkuh' yang memang sangat populer, terutama di kalangan anak muda. Dan kalau melihat data dari 8,2 juta pemilih di Jakarta, 4,2 juta merupakan generasi milenial dan Gen Z.

Masyarakat Butuh Program Bukan Sekedar Jargon

Terlepas dari gimik, Musfi justru mendorong agar slogan untuk meraih dukungan dalam Pilkada Jakarta 2024 ini hendaknya dapat diwujudkan dalam program kerja. Bukan sebaliknya justru hanya sekadar dijadikan jargon atau pepesan kosong saja.

Karena menurut Musfi, pemilih di Jakarta umumnya memiliki konsentrasi tinggi terhadap program yang dibawa kandidat. Kalau slogan ‘Jakarta Menyala’ tidak dibarengi dengan program-program konkret yang menggugah hati pemilih, slogan itu hanya akan berakhir menjadi meme di postingan-postingan media sosial.

“Kuncinya tetap pada keberhasilan kandidat dalam menyentuh hati pemilih. Menawarkan program yang rasional, solusi konkret, dan menciptakan kehangatan dengan pemilih. Tagline hanya bersifat sebagai elemen pendukung,” kata Musfi.

Annisa Alfath mengatakan memang perlu ada program lanjutan yang serius, tidak berhenti pada gimik slogan belaka. Apabila tagline tersebut menyasar anak muda, maka harus ada upaya melanjutkan program untuk anak muda yang serius dan bukan gimik belaka.

“Saya kira gimik sekarang ini menjadi salah satu strategi dalam kampanye. Namun perlu ada program lanjutan yang serius,” ujar Annisa.

Peneliti Perludem lainnya, Iqbal Kholidin, menambahkan titik krusial dari slogan ‘Jakarta Menyala’ sebenarnya pada pemaknaannya. Jika slogan tersebut hanya dimaknai agar tidak ribet saja menurutnya keliru. Hal ini karena Pramono-Rano harus bisa memaknai itu lebih spesifik dan mendalam.

Sebagai contoh, slogan ‘Kota Kolaborasi’ digunakan oleh Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya pemaknaan kata atau slogan dibawa Anies cukup jelas karena ada beberapa inisiasi kolaborasi antara anak-anak muda di Jakarta dengan pihak pemerintah saat itu.

Dari semangat kolaborasi pula, kemudian lahir Plus Jakarta (+Jakarta) sebagai wadah penggerak untuk mewujudkan kolaborasi antar elemen masyarakat. Ide dari masyarakat diwujudkan dalam bentuk acara seni dan hiburan, edukasi, hingga kegiatan sosial.

“Nah sementara Pak Pramono ini, ‘Jakarta Menyala’ mau dikemanain ini? Ini yang kita belum bisa nembak sebetulnya secara spesifik, ini apakah hanya sekadar tagline, atau akan dimaknai menjadi suatu tindakan,” ujar Iqbal kepada Tirto, Selasa (10/9/2024).

Pramono sendiri, lewat slogan ‘Jakarta Menyala’, kata Iqbal ingin warga Jakarta semuanya bahagia. Meskipun Jakarta multidimensional dengan banyak latar belakang yang berbeda, dia ingin semua warganya menyala.

“Nah itu programnya apa nih? Jadi saya kira itu harus dipikirkan betul untuk kemudian implementasi apa yang paling cocok adalah mengeksekusi hasil tagline-nya,” kata Iqbal.

Jangan sampai, kata dia, slogan dimiliki Pramono-Rano hanya menjadi pemanis di bibir saja. Apalagi warga Jakarta sendiri sebetulnya tidak terbiasa untuk memaknai suatu kata lebih mendalam.

“Itu bisa berpotensi menjadi bumerang ketika tidak mampu merangkum daripada gagasan utuhnya Pak Pramono dan tidak sesuai dengan gagasannya,” kata Iqbal.

Seberapa Pengaruh Slogan Terhadap Suara Gen Z?

Tapi di luar itu, menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pengaruh slogan terhadap suara pemilih, terutama di kalangan muda?

Menurut Arfianto Purbolaksono, slogan memiliki cukup pengaruh terhadap pemilih muda. Tapi dengan catatan harus diikuti juga dengan kampanye-kampanye dan kemasan lainnya yang dekat dengan anak muda.

“Slogan itu tidak dapat mempengaruhi secara langsung kalau tidak dibarengi dengan kemasan kampanye yang lain,” kata Arfianto.

Dia memahami penggunaan slogan menjadi strategi kampanye yang mana itu untuk mengidentifikasi dari suatu kelompok memilih. Tapi dia tidak bisa berdiri sendiri karena akan berkaitan dengan materi-materi kampanye lain seperti dalam bentuknya video, baliho, audio visual dan lain-lain.

“Itu juga akan dinantikan juga gitu apakah ini sejalan dengan dengan tagline yang itu sudah mewakili atau merepresentasikan anak muda,” ujarnya.

Karena jika tagline-nya sudah anak muda banget, tapi ternyata kemasan kampanyenya itu tidak mewakili anak muda akan percuma. Pada akhirnya strategi mereka untuk menggaet anak muda tidak sepenuhnya bisa berjalan.

“Jadi artinya kemasan-kemasannya yang bisa sefrekuensi dengan anak muda seperti itu ya,” pungkas Arfianto.

Pramono Anung-Rano Karno daftar Pilgub DKI Jakarta

Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung (ketiga kanan) dan Rano Karno (keempat kiri) bersalaman usai mendaftar sebagai peserta Pilgub DKI Jakarta 2024 di Kantor KPU DKI Jakarta, Rabu (28/8/2024). ANTARA FOTO/Fauzan/tom.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto