tirto.id - SETARA Institute menyebutkan Kota Singkawang dinobatkan sebagai kota paling toleran di Indonesia, menurut hasil riset Indeks Kota Toleran (IKT) 2021 dengan skor tertinggi 6.483. Sedangkan Depok menjadi kota terendah dari hasil skor IKT 2021 dengan skor akhir 3.577 atau posisi ke-94 di Indonesia.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani menerangkan alasan Singkawang memiliki skor kota tertinggi dalam IKT 2021 itu.
“Apa yang membuat Singkawang bisa merangsek ke depan bahkan menggeser posisi Salatiga, di tahun 2021 pemerintah Singkawang menerbitkan satu Peraturan Wali Kota tentang Tata Kelola Toleransi di Kota Singkawang,” jelas dia kepada Tirto Jumat (1/4/2022).
Alasan Depok menjadi kota paling intoleran di Indonesia, kata Ismail, kontribusi terbesar pada peraturan-peraturan daerah dan kepala daerah yang diskriminatif. Peraturan ini berlaku, diterapkan, dan ditegakkan oleh pemerintah daerah.
“Artinya apa, ketika peraturan itu diskriminatif dan dijalankan, maka sesungguhnya ada proses pelembagaan diskriminasi yang kuat dan dilakukan oleh Pemerintah Depok. Nah, oleh karena posisinya yang terinstitusionalisasi diskriminasi ini, dia akan terus terjadi sepanjang peraturan ini belum dicabut,” jelas dia.
Ismail mencontohkan seperti ada peraturan tentang kehidupan yang religius dan peraturan-peraturan lain yang menumbuhkan segregasi sosial di tengah masyarakat. Selain peraturan, juga kepemimpinan politik Wali Kota Depok Muhammad Idris yang tidak promotif terhadap toleransi.
“Secara umum, kepemimpinan Wali Kota Depok menunjukkan satu pola kepemimpinan yang kurang promotif terhadap toleransi, Hak Asasi Manusia [HAM], dan juga keadilan gender. Itu kan beberapa substansi variabel yang kita uji,” ucap Ismail.
Sementara itu, Kota Manado menjadi kota kedua tertinggi dalam IKT 2021 SETARA Institute yakni dengan skor akhir 6.400. Dan Salatiga urutan ketiga dengan skor akhir 6.367. Kemudian diikuti oleh Kupang 6.337, Tomohon 6.133, Magelang 6.020, Ambon 5.900, Bekasi 5.830, Surakarta 5.783, dan Kediri atau posisi ke-10 tertinggi dengan skor akhir 5.733.
Untuk skor kedua terendah dalam IKT 2021 SETARA Institute atau posisi ke-93 yaitu Banda Aceh dengan skor 4.043 dan ketiga terendah atau posisi ke-92 yaitu Cilegon dengan skor akhir 4.087. Lalu diikuti Pariaman 4.233, Langsa 4.363, Sabang 4.373, Padang Panjang 4.440, Padang 4.460, Pekanbaru 4.497, serta ke-85 yaitu Kota Makassar dengan skor akhir 4.517.
Secara umum, Ismail mengatakan bahwa kota-kota di Indonesia sebenarnya mengalami pergerakan yang signifikan. Artinya, dalam 5 tahun terakhir menyusun IKT, yang didukung oleh Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), telah menjadi pemicu peningkatan kinerja pemerintah daerah (pemda).
“Hal itu terlihat dari tren peningkatan skor sebenarnya secara umum. Kalo dilihat skor rata-rata nasional dari 2015 sampai sekarang, sebenarnya trennya membaik,” ucap dia.
Ismail pun mengatakan bahwa beberapa kota-kota menunjukkan pergerakan yang signifikan. Perubahan-perubahan itu terindikasi dari perubahan skor variabel yang menonjol. “Kalau kota-kota, harus kita katakan secara umum toleran. Tetapi tentu ada derajat yang berbeda antara satu kota dengan kota yang lainnya,” ujar Ismail.
Dia berharap untuk pemerintah khususnya bagi pemerintah pusat, agar mereka mengambil peran lanjutan seperti melakukan proses pembinaan terhadap pemerintah daerah. Oleh karena itu, harus didorong, dibina, termasuk juga BPIP yang menjanjikan akan melakukan pembinaan terhadap kota-kota khususnya yang berada di peringkat bawah dalam IKT, sehingga semua bisa bergegas.
“Jadi saya kira ini tugas bersama termasuk juga masyarakat kita,” tutur Ismail.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri