Menuju konten utama
Mozaik

Simone Segouin, Perempuan Muda Prancis Melawan Nazi Jerman

Segouin turut mendobrak persepsi peran gender konvensional pada masanya. Ia menunjukkan bahwa kepahlawanan dan patriotisme bukan monopoli laki-laki.

Simone Segouin, Perempuan Muda Prancis Melawan Nazi Jerman
Header Mozaik Simone Segouin. tirto.id/Tino

tirto.id - Saat Prancis dikuasai Nazi Jerman pada 1940 hingga 1944, ibu kota negara pindah sementara ke Vichy yang dipimpin Marsekal Philippe Pétain.

Pendudukan Prancis oleh Jerman pada awalnya hanya berlaku di bagian utara dan barat. Namun pada November 1942, Jerman dan Italia berhasil menguasai sisa-sisa wilayah Prancis untuk mengakhiri segala pretensi kemerdekaan total dari tentara Prancis yang melawan.

Cuplikan kisah-kisah perlawanan ini menjadi catatan penting dalam sejarah Prancis.

Salah satu tokoh utama perlawanan Prancis kala itu adalah perempuan muda bernama Simone Segouin yang lahir pada 3 Oktober 1925, di Thivars, Prancis. Tujuh tahun setelah kelahirannya, Hitler mengambil alih kekuasaan Jerman. Keluarga Segouin mundur ke perdesaan pada Mei 1940 ketika Nazi menginvasi Prancis.

Tidak banyak informasi mengenai masa kecil Segouin. Namun, seperti kebanyakan remaja seusianya di masa itu, ia tumbuh di tengah ketegangan politik dan sosial di Eropa sebelum perang.

Ayahnya pernah berperang sebagai tentara Prancis yang melawan Jerman selama Perang Dunia I. Setelah Perang Dunia II dimulai pada September 1939, ayahnya berpihak pada perlawanan anti-Nazi. Di wilayah pertanian, ayahnya bertemu dengan Lt. Roland Boursier, pemimpin perlawanan lokal dengan nama samaran Germain, pada awal 1944.

Boursier kala itu telah bergabung dengan Francs-tireurs et Partisans (FTP) atau Penembak Bebas dan Partisan, sebuah kelompok perlawanan komunis yang didedikasikan untuk memerangi fasisme. Ia telah menjadi pemimpin berpangkat tinggi tetapi terpaksa harus mundur ke perdesaan dan akhirnya bertemu dengan ayahnya Segouin

Pertemuan itu menjadi awal bangkitnya semangat perlawanan Segouin yang saat itu berusia 18 tahun.

Segouin berkomitmen pada pelatihan yang digelar Boursier untuk pasukan perlawanan. Dari sana ia memahami cara mengoperasikan senapan mesin ringan Schmeisser MP-40 Jerman yang dirampas Boursier dari Nazi.

Sebagai spionase dan kurir informasi pesan rahasia untuk kelancaran komunikasi pasukan perlawanan, ia memakai nama samaran Nicole Minet.

Selain itu, ia juga mengaburkan daerah asalnya menjadi Dunkirk, karena wilayah itu telah hancur lebur oleh Nazi yang otomatis membuat catatan dokumentasi penduduk sulit dilacak.

Aksinya di jalan-jalan besar cukup berhasil karena Segouin bisa menyebarkan tulisan ke orang-orang tanpa menarik perhatian tentara Jerman.

Peran Segouin dalam perlawanan tidak terbatas pada tugas kurir rahasia. Dengan cepat ia terlibat dalam operasi yang jauh lebih berbahaya yang menuntut kegigihan dan komitmennya terhadap perjuangan Prancis.

Berbagai contoh tindakan berbahaya yang ia lakukan adalah merusak mesin kereta api Jerman, menghancurkan jembatan yang menjadi perlintasan tentara, hingga penyergapan dan pertempuran langsung.

Salah satu aksinya yang paling diingat publik adalah ketika ia terlibat aktif dalam aksi penangkapan 25 tentara Jerman. Atas jasanya itu pangkat Segouin diangkat menjadi letnan.

Segouin dan rekan-rekan perlawanannya kemudian bergabung dengan Divisi Lapis Baja ke-2 Prancis dalam perjalanan sejauh 55 mil menuju Paris, yang diduduki oleh Jerman selama lebih dari empat tahun. Dia terlibat dalam pertempuran sengit selama beberapa hari hingga Divisi Lapis Baja ke-2 mencapai pusat kota dan diikuti oleh Divisi Infanteri ke-4 AS.

Pada saat itulah, Segouin dan Boursier yang 20 tahun lebih tua darinya menjalin hubungan spesial.

Menjadi Simbol Perlawanan

Berbagai aksi Segouin membuahkan hasil positif bagi Prancis. Pada 25 Agustus 1944, Jenderal Dietrich von Choltitz, komandan Nazi, menandatangani penyerahan diri di hadapan komandan dan pemimpin perlawanan AS dan Prancis. Penandatanganan ini mengabaikan perintah Hitler yang kala itu memutuskan untuk menghancurkan Paris.

"Momen paling membanggakan mungkin adalah berjalan ke Paris bersama Jenderal Charles de Gaulle," kata Segouin pada 2016 setelah menerima penghargaan dari badan amal militer Inggris Soldiering On.

Citra yang dikaitkan dengan Segouin selama periode ini semakin mengukuhkan statusnya sebagai simbol perlawanan. Foto-foto ikonik, khususnya pada masa pembebasan Paris, kerap menampilkan Segouin dalam perlengkapan tempur dengan senjata dan alat perang lain dalam genggamannya. Beberapa foto Segouin yang beredar adalah karya fotografer perang Robert Capa.

Infografik Mozaik Simone Segouin

Infografik Mozaik Simone Segouin. tirto.id/Tino

Pada 4 September 1944, di majalah Life yang berjudul "The Girl Partisan of Chartres", koresponden perang Jack Belden menulis tentang Seguin dan menjadikannya simbol internasional perlawanan Prancis.

Dalam artikel itu, Belden menceritakan bagaimana Seguin muda begitu berhasrat membunuh seorang Boche, sebutan slang Prancis untuk menyebut orang-orang Jerman.

Artikel dan foto-foto itu rupanya membawa dampak lebih jauh, bukan hanya sebagai bukti keberaniannya tetapi juga sebagai representasi yang lebih luas dari semangat gigih perlawanan Prancis.

Sebagai perempuan muda yang melawan dari garis depan, Segouin menantang sekaligus mendobrak persepsi peran gender konvensional pada masanya dengan menunjukkan bahwa kepahlawanan dan patriotisme tidak terikat oleh gender.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Segouin memilih kehidupan yang lebih tenang dengan menjadi perawat anak di Chartres, sekitar 90 kilometer di tenggara kota Paris. Belakangan, Pemerintah Prancis menganugerahi Seguin penghargaan Croix de Guerre atas jasanya yang turut membantu membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman.

Segouin meninggal pada 21 Februari 2023 di sebuah panti jompo di Courville-sur-Eure pada usia 97 tahun. Direktur panti jompo dan seorang pejabat di balai kota mengonfirmasi kematian tersebut.

Baca juga artikel terkait PERLAWANAN atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Politik
Kontributor: Tyson Tirta
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh Pribadi